Mohon tunggu...
Iswasta Eka
Iswasta Eka Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan Dosen UMP

Certified Instructor Hypnotherapy,baru mencoba menulis 7 buah buku, 5 HAKI. Menulis di mass media sejak 1980 tersebar di Surat kabar dan majalah nasional maupun lokal, Tulisan kolom maupun cerpen dalam bahasa Indonesia dan Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

BAKAR HUTAN KINI DIBOLEHKAN

4 Januari 2016   08:32 Diperbarui: 4 Januari 2016   22:20 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tamparan rasa keadilan muncul lagi diawal tahun 2016. Tuntutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap perusahaan pembakar lahan dan hutan dimentahkan oleh Pengadilan Negeri Palembang. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut keputusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan, tidak berpihak kepada rakyat yang terkena dampak kebakaran hutan.
Pernyataan ini disampaikan Rasio Ridho Sani, direktur jenderal Penegakan Hukum KLHK setelah PN Palembang menolak gugatan perdata senilai Rp7,9 triliun dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT Bumi Mekar Hijau (BMH), anak perusahaan salah satu perusahaan kertas terbesar di dunia, Asia Pulp and Paper (APP), pada 2014.
"Hakim tidak berpihak kepada rakyat yang terkena dampak kebakaran di lokasi PT BMH di Kabupaten Ogan Komering Ilir (pada 2014 dan 2015)," kata Rasio.
"Demi keadilan bagi ratusan ribu rakyat yang selama ini menderita akibat kebakaran dan (demi) harga diri bangsa, pemerintah akan banding dan menempuh upaya hukum lainnya," tambah Rasio. Ia mengatakan penanggung jawab izin harus bertanggung jawab terhadap kebakaran di lokasi mereka, apa pun penyebabnya.
Tapi dalam persidangan yang digelar hri Rabu(30 Desember 2015) majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan menyatakan bahwa gugatan pemerintah ini ditolak karena bukti-bukti yang diajukan tidak kuat. Hakim Parlas Nababan membacakan putusan yang menolak gugatan KLHK terhadap PT BMH.
Kasus terhadap PT BMH ini digelar dalam beberapa pekan terakhir dan pemerintah melalui KLHK menuntut ganti rugi material Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan Rp5,6 triliun atas kebakaran di areal seluas 20.000 hektar.
KLHK mengatakan PT BMH lalai, sehingga gagal mengendalikan kebakaran yang terjadi.
Keputusan PN Palembang juga dikecam oleh direktur WALHI Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, yang mengatakan putusan hakim menjadi bukti bahwa tidak ada keseriusan dari badan penegak hukum dalam menindak pelaku perusakan lingkungan.

Keputusan Hakim Parlis Nababan inin sungguh sebuah pukulan keras terhadap jutaan orang yang telah menjadi korban kebakaran hutan di penghujung tahun 2015. Parlis telah menafikan jutaan manusia yang menderita karena kabut asap, sekolah yang diliburkan, perusahaan yang berhenti beroperasi,penerbangan yang dibatalkan dan ratusan kasus lain yang menjadi korban.. sungguh dienakan si pembakar hutan yang kemudian dibebaskan begitu saja oleh hakim Parlis Nababan. Sungguhsebuah putusan yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat. 

Alasan yang dikemukakan oleh hakim sungguh naif, toh hutan masih bisa tumbuh lagi. Jika alasan ini dijadikan sebagai dasar maka tahun 2016 boleh ada pembakaran hutan lagi yang jauh lebih besar dan luas,besok jawabannya sama toh nanti tumbuh lagi. Alasan ini juga bisa digunakan untuk hal-hal lain, misalnya kita masukan hakim kontroversial ke dalam ruangan berkabut asap,setelah kelenger kita bawa ke rumah sakit, toh nanti hidup lagi. Sebuah alasan yang tidak mengedepankan etika lingkungan dan logika berpikir yang ilmiah.

Melihat kasus seperti itu ada baiknya hakim yang menangani dipilih yang peduli terhadap lingkungan dan berkarakter baik. Jika kasus-kasus kebakaran hutan dibebaskan terus menerus tidak bisa trbayangkan bagaiamana nasib hutan kita nantinya. Dalam hal ini barangkali pimpinan tertinggi perlu melacak kemungkinan adanya hubungan hakim dengan pengusaha. Oleh karena itu mari kita lawan keputusan yang tidak berpihak pada rasa keadilan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun