Indonesia masih termasuk salah satu negara berkembang yang berfokus pada pertumbuhan dan pembangunan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat dapat menunjukkan bahwa negara itu berhasil dalam menjalankan  pembangunan, sehingga dapat digunakan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa dukungan investasi pembangunan ekonomi tidak akan  terwujud hal itu juga menjadi salah satu sumber utama ertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga Indonesia yang meruakan Negara berkembang memfokuskan untuk pembangunan ekonomi.
Indra Darmawan, direktur Bidang Perencanaan dan Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), optimistis bahwa PMA diproyeksikan akan tetap tinggi pada tahun depan, terutama di sektor-sektor investasi yang sangat menguntungkan di Indonesia. Â Di bidang seperti utilitas, transportasi, pergudangan, logam dasar, dan telekomunikasi, direktur mengatakan PMA sudah diperkirakan masih baik. Kinerja sektor tersebut sangat baik dalam tiga tahun terakhir.
Dalam tiga tahun terakhir, tren PMA juga terus meningkat. Pada 2019, mencapai Rp 513 triliun, pada 2020 mencapai Rp 545, pada 2021 mencapai Rp 581, dan dari Januari hingga September 2022 mencapai Rp 410,1 triliun.
Selain itu,beliau menyatakan bahwa strategi yang akan digunakan akan dimaksudkan untuk menarik investor dari luar, dengan cara membawa investor yanng baru dari negara dan dengan  sumber yang berbeda, serta mengawasi rencana dan aktivitas realisasi investasi yang diharapkan akan menghasilkan ekspansi atau pertumbuhan investasi yang sudah ada.
Di tengah berbagai tekanan global, perekonomian Indonesia tetap kuat, kata Sri Mulyani. Hal tersebut disebabkan karena berkesinmbungan dengan  kebijakan fiskal dan moneter hingga riil.
Namun, tekanan inflasi di negara-negara maju akan terus berlanjut. AS diperkirakan hanmya akan tumbuh 2,5 persen pada tahun, sehingga inflasi yang terjadi diperkiran mencapai 8,2 persen.
 Di Negara Eropa, tingkat inflasinya akan tembus 9,2 persen karena sudah diperkirakan hanya akan tumbuh 0,7 persen pada tahun ini 2022.
Hal tersebut disebabkan oleh permintaan domestik yang kuat dan peningkatan mobilitas. Salah satunya adalah mempercepat penyelesaian program strategis nasional (PSN). Dengan ekonomi yang kuat dan peningkatan mobilitas, para investor pasti akan sangat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
Dari proses produksi, tenaga kerja dianggap sebagai salah satu input atau faktor produksi. Menurut  teori pertumbuhan Solow dan teori pertumbuhan output total, yang menyatakan bahwa karena tenaga kerja adalah pelaku dan pengelola faktor produksi lainnya, dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja akan  menyebabkan dampak yang positif terhadap ekonomi di Indonesia.
Hasil penelitian Susanti (2008) menunjukkan bahwa variabel ekspor neto memiliki dampak yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penurunan ekspor neto juga disebabkan oleh penurunan permintaan barang dan jasa di luar negeri. Akibatnya, impor lebih besar daripada ekspor, yang mengakibatkan menurunnya produksi barang dan jasa, yang pada gilirannya mengurangi pertumbuhan ekonomi.