Hoaks kesehatan didefinisikan sebagai informasi yang dengan sengaja dirancang untuk memberikan kesan yang salah atau menyesatkan terkait isu kesehatan.Â
Hoaks kesehatan seringkali memanfaatkan kekurangan pengetahuan atau ketakutan masyarakat terhadap isu tertentu untuk memengaruhi opini publik. Sifatnya yang menyesatkan membuat hoaks ini berbahaya karena dapat memengaruhi pengambilan keputusan kesehatan baik secara individu maupun kolektif.
Media sosial telah mengubah cara masyarakat memperoleh dan berbagi informasi kesehatan dengan cepat melalui platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp, dsb. Meskipun berperan penting dalam survei publik dan deteksi infodemic, media sosial juga rentan terhadap penyebaran hoaks, dengan lebih dari 20% informasi kesehatan yang tidak terverifikasi.
Algoritma yang memprioritaskan konten sensasional memperburuk masalah ini. Selama pandemi COVID-19, klaim palsu seperti "rempah-rempah menyembuhkan COVID-19" menyebar luas, menyebabkan orang mengabaikan langkah pencegahan yang efektif. Komunitas daring tertutup juga sering memperkuat informasi salah, seperti dalam kasus komunitas antivaksin.
Faktor yang Mempengaruhi Rentannya Masyarakat
Rentannya masyarakat terhadap hoaks kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk literasi digital, kepercayaan terhadap otoritas kesehatan, serta faktor sosial dan budaya.
Di Indonesia, banyak masyarakat yang mengandalkan informasi dari sumber tidak resmi karena kurangnya akses terhadap informasi berbasis bukti. Dalam konteks kesehatan, ini berarti bahwa banyak individu yang lebih percaya pada informasi dari grup WhatsApp atau unggahan di media sosial daripada pedoman resmi dari kementerian kesehatan atau lembaga kesehatan lainnya.
Pola Penyebaran Disinformasi
Penyebaran disinformasi atau hoaks kesehatan di media sosial mengikuti pola yang khas, seringkali memanfaatkan sifat viral dari platform seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook.Â
Karakteristik utama dari penyebaran hoaks diantaranya adalah: