Mohon tunggu...
E Junaidi
E Junaidi Mohon Tunggu... -

Jayalah petani

Selanjutnya

Tutup

Money

Bencana Ciptakan Nilai Tambah

13 Februari 2014   16:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:51 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam yang melanda bangsa ini tampaknya belum usai. Bencana gunung meletus, gelombang laut yang tinggi, tanah longsor serta banjir besar melanda hampir seluruh Indonesia. Gempa bumi juga menerjang sepanjang wilayah selatan Pulau Jawa. Ini patut mendapat perhatian serius karena berimbas langsung pada berbagai sektor.

Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang terkena dampak langsung segala rentetan bencana tersebut. Dampaknya, tentu saja tidak semata pada subsistem produksi (on farm), yang melibatkan petani. Namun juga memberi pengaruh terhadap subsistem hilir (pasca panen). Disini banyak pelaku bisnis yang terlibat mulai dari pedagang perantara, pedagang pengumpul, pedagang eceran hingga konsumen sebagai mata rantai terakhir dalam sistem tataniaga.

Hilang di jalan

Kerusakan sarana infrastruktur jalan pasca banjir berujung pada terganggunya jalur distribusi logistik. Tidak masalah bagi barang-barang tahan lama. Tetapi akan menjadi persoalan serius bagi produk pertanian-pangan. Ini terkait dengan karakteristiknya yang perishable (mudah rusak). Produk pangan yang distribusinya segar menghadapi risiko rusak, susut dan busuk sehingga kualitas dan kuantitasnya “hilang di jalan”.

Terhambatnya distribusi produk pertanian akan berimbas pada suplai pangan. Implikasinya harga merangkak naik awal tahun ini. Kenaikan harga terlihat dari angka inflasi bulan januari ini yang dikeluarkan BPS yang mencapai 1,07 persen.

Fakta menyebutkan sebagian besar proporsi pendapatan rakyat Indonesia mengalokasikannya buat makan. Adanya kenaikan harga pangan berpengaruh signifikan terhadap alokasi porsi pendapatan pos-pos kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan otomatis berkurang. Keadaan ini akan membawa multiplier effect yang berujung pada kian tingginya kemiskinan.

Soal gangguan distribusi pangan mestinya mendapat perhatian serius. Mengingat Indonesia masuk kategori daerah rawan bencana. Bencana alam dapat dikatakan sebagai rutinitas. Perlu solusi dan penanganan yang cepat dan tepat agar menghindari kerugian yang lebih besar serta mengganggu aktivitas perekonomian secara makro.

Peran serta

Distribusi barang yang acapkali terganggu akibat bencana sesungguhnya dapat menjadi momentum untuk mengembangkan ekonomi lokal. Hal ini bisa diwujudkan melalui pembangunan sistem agribisnis terintegrasi. Agribisnis yang berfokus pada penciptaan nilai tambah produk pertanian-pangan di daerah. Penciptaan nilai tambah ini melalui pengembangan subsistem agribisnis hilir. Imbasnya pemberdayaan ekonomi lokal dapat optimal dan mengangkat perekonomian masyarakat.

Caranya, perlu kecerdasan dalam inovasi penanganan pasca panen terhadap produk pangan. Begitu juga proses distribusinya. Ini mutlak diperlukan bagi pengembangan subsistem hilir.

Kongkritnya, pertama, peran agribisnis yang berbasis teknopreneur adalah sebuah keniscayaan. Petani dapat melakukan inovasi sederhana dan mensiasati risiko kerusakan hasil pertaniannya saat proses distribusi. Misalnya melalui proses penyimpanan dan pengemasan yang baik agar produk pertanian tahan lama. Dengan demikian distribusi yang memakan waktu bukan lagi menjadi masalah. Melainkan jadi solusi menciptakan nilai tambah.

Kedua, perlu stimulasi dukungan permodalan. Melalui program kredit khusus dengan bunga rendah ataupun tanpa bunga bagi setiap usaha kecil berbasis pertanian yang berfokus dalam penciptaan nilai tambah produk. Ketiga, perlunya pendampingan terhadap petani. Melalui penyuluh-penyuluh pertanian yang tidak hanya menguasai teknik budidaya pertanian. Tetapi juga mahir dalam pengolahan produk pasca panen.

Sudah saatnya hal semacam ini mendapat perhatian dari seluruh stakeholder, mulai dari lembaga pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, sampai pada pelaku usaha. Jika tidak, bencana alam yang selalu berulang hanya akan menjadi alasan pembenaran impor pangan. Jika dibiarkan ancaman krisis pangan bukan lagi isapan jempol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun