Pada hari Minggu, 2 Maret 2025 sekitar pukul 15.09 WIB, kami tiba di sebuah galeri seni lukis bernama Imam Gallery yang berlokasi di Gang. Melati, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55143. Kami melihat-lihat berbagai lukisan yang ada disana dengan berbagai bentuk, gaya lukis dan warna yang berbeda beda. Kami menemukan sebuah lukisan yang berada di pojok ruangan yang menurut kami menarik. Karya ini berjudul "Malioboro Tempo Dulu." karya Muhammad Sabar pada tahun 2023 lalu. Karya ini dilukis pada kanvas berukuran 7070 cm. Aliran seni dalam karya ini adalah aliran seni ekspresif. Kami memilih lukisan ini karena tertarik dengan suasana Malioboro jaman dulu yang digambarkan dalam karya ini
Lukisan ini menggambarkan sebuah suasana malioboro pada jaman dulu, di dekat daerah Ketandan. Terlihat toko dengan papan nama bertuliskan "Toko Lawas," ada orang yang sedang berjalan, ada tukang becak, kegiatan jual beli barang serta orang orang yang sedang berinteraksi satu sama lain. Warna-warna yang digunakan cukup cerah dengan dominasi biru, kuning, dan merah. Teknik yang digunakan kelihatannya adalah cat minyak atau akrilik dengan sapuan kuas yang ekspresif.
Warna-warna cerah dan kontras seperti warna biru, kuning, merah serta hijau memberikan kesan hidup dan dinamis. Garis dan teksturnya menggunakan sapuan kuas tebal menciptakan tekstur kasar yang memberikan kesan ekspresif.
Dari komposisi objeknya becak, orang berjalan, toko yang ditempatkan di tengah, menciptakan titik fokus yang jelas. Lukisan ini cukup seimbang dengan elemen yang tersebar secara harmonis. Garis diagonal bayangan di jalan serta posisi orang-orang memberikan kesan pergerakan yang natural.
Lukisan ini menggambarkan suasana pasar tradisional yang berada di dekat Ketandan pada malioboro tempo dulu yang hidup, penuh interaksi sosial dan kesibukan. Penggunaan warna cerah dan sapuan kuas yang ekspresif menciptakan nuansa jaman dulu yang dapat kita lihat satu pakaian yang digunakan dan kehangatan kehidupan sehari-hari. Becak sebagai ikon transportasi tradisional juga menambahkan unsur budaya yang khas.
Keberadaan becak sebagai transportasi utama, orang-orang dengan pakaian sederhana, serta bentuk bangunan tua menunjukkan kehidupan masyarakat pada masa lalu, mungkin di era kolonial atau pascakemerdekaan. Gerakan tokoh-tokoh dalam lukisan ini menggambarkan kesibukan masyarakat dalam keseharian mereka, menciptakan dinamika yang kuat dalam karya ini.
Secara emosional, lukisan ini dapat membangkitkan rasa rindu akan kehidupan sederhana sebelum era modernisasi. Seniman tampaknya ingin menyampaikan pesan tentang pentingnya mengenang masa lalu serta menghargai nilai-nilai budaya yang mungkin mulai terlupakan. Melalui gaya ekspresif yang digunakan, karya ini tidak hanya merekam sejarah visual tetapi juga menghidupkan kembali kenangan kehidupan tradisional.
Karya ini berhasil menangkap esensi kehidupan pasar tradisional dengan baik. Teknik sapuan kuas tebal menambah karakter pada lukisan, meskipun bisa lebih halus di beberapa bagian agar lebih mudah dibaca secara visual. Perspektif bangunan masih bisa lebih diperbaiki agar lebih proporsional. Namun secara keseluruhan, lukisan ini memiliki daya tarik yang kuat dan mampu menyampaikan cerita dengan baik.
Lukisan ini merupakan karya yang menarik dengan warna dan komposisi yang baik. Seniman berhasil menyampaikan atmosfer pasar yang dinamis, meskipun beberapa aspek teknis masih bisa ditingkatkan untuk memperjelas bentuk dan perspektif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI