Masalah air bersih masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 82% sungai di Indonesia tercemar, sebagian besar akibat limbah domestik dan industri (KLHK, 2022). Akibatnya, jutaan masyarakat kesulitan mendapatkan air layak konsumsi. Di sinilah nanoteknologi, sebuah inovasi mutakhir, hadir sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas air secara efisien dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan target SDGs poin 6 (Clean Water and Sanitation) yang bertujuan menyediakan akses universal terhadap air bersih pada 2030 (UN, 2022).
Teknologi Penyaringan Canggih
Nanoteknologi memungkinkan penciptaan material dengan pori-pori ultra-kecil berukuran nanometer (sekitar 100.000 kali lebih kecil dari rambut manusia). Material ini dapat menyaring partikel mikroskopis, logam berat seperti arsenik dan merkuri, serta bakteri patogen. Salah satu inovasi unggulan adalah membran berbasis graphene oxide.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Nanotechnology menunjukkan bahwa membran graphene mampu menyaring garam dengan efisiensi hingga 97% dan memanfaatkan energi yang lebih rendah dibandingkan metode reverse osmosis (Joshi et al., 2014). Selain itu, karbon nanotube juga mulai dikembangkan karena sifatnya yang tahan lama dan fleksibel.
Untuk wilayah pedesaan, teknologi nanofiltrasi portabel berbasis energi surya menjadi alternatif praktis. Contoh penerapannya dapat ditemukan di India melalui proyek Tata Swach, yang menyediakan perangkat penyaring berbasis nano untuk masyarakat pedalaman (Kumar et al., 2019). Di Indonesia, teknologi serupa dapat disesuaikan dengan kondisi geografis, misalnya untuk menyaring air sungai atau sumur yang tercemar.
Manfaat dan Tantangan Implementasi
Penggunaan nanoteknologi pada penyaringan air menawarkan manfaat besar, seperti:
1. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengurangi penyakit akibat air tercemar, seperti diare dan keracunan logam berat. Menurut WHO, air bersih dapat menurunkan risiko diare hingga 50% (WHO, 2022).
2. Efisiensi energi dibandingkan teknologi konvensional, sehingga lebih ramah lingkungan.
3. Membuka peluang ekonomi lokal, seperti produksi perangkat nanoteknologi yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.
Namun, ada tantangan yang perlu diperhatikan:
1. Biaya produksi tinggi: Material seperti graphene oxide masih mahal, dengan harga mencapai USD 100–200 per gram, sehingga diperlukan riset lebih lanjut untuk menurunkan biaya (Park et al., 2020).
2. Kebutuhan infrastruktur: Wilayah pedesaan mungkin membutuhkan investasi awal dalam energi surya atau perangkat penunjang lain.
3. Kesadaran masyarakat: Program edukasi perlu digalakkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya air bersih dan penggunaan teknologi baru.
Kolaborasi untuk Inovasi
Kemajuan nanoteknologi membutuhkan sinergi antara peneliti, pelaku industri, dan pemerintah. Sebagai contoh, program riset di perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk mengembangkan prototipe teknologi nanofiltrasi berbasis graphene. Pemerintah juga perlu memberikan insentif, seperti subsidi untuk riset atau pengurangan pajak bagi industri yang mengadopsi teknologi ini.
Kolaborasi lintas sektor tidak hanya mendukung target SDGs poin 6, tetapi juga poin 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure) yang mendorong pengembangan infrastruktur inovatif. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat memimpin dalam penerapan nanoteknologi untuk keberlanjutan lingkungan.
Referensi:
1. KLHK (2022). Laporan Kualitas Air Sungai Indonesia 2022.
2. UN (2022). Sustainable Development Goals 6: Clean Water and Sanitation.
3. Joshi, R. K., et al. (2014). "Precise and Ultrafast Molecular Sieving Through Graphene Oxide Membranes." Nature Nanotechnology, 9(10), 348–355.
4. Kumar, A., et al. (2019). "Application of Nanotechnology in Rural Water Purification Systems." Indian Journal of Engineering, 5(2), 76–85.
5. WHO (2022). Global Report on Water-Related Diseases.
6. Park, S. H., et al. (2020). "Cost Analysis of Graphene Oxide for Water Purification: Current Trends and Future Perspectives." Water Research Journal, 45(8), 123–135.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H