Mohon tunggu...
Ihwan Hariyanto
Ihwan Hariyanto Mohon Tunggu... -

Kera Ngalam Asli yang hobby membaca, menulis dan bangga dengan kota kelahirannya. Sudah dua buku yang dia tulis, buku yang terbaru: PARTISI HATI baru aja terbit bulan Mei ini. klik: http://partisihati.multiply.com untuk pemesanan hub: 0881 334 8893

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jabat Tangan SBY, Obama, Michelle dan Tiffie

10 November 2010   03:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:43 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin Obama akhirnya datang juga ke Indonesia setelah dua kali sebelumnya selalu batal hingga membuat public Indonesia kecewa. Tentu saja kedatangan orang nomer satu Amerika ini mendapat sambutan dan reaksi yang bermacam-macam dari semua pihak. Ada yang pro dan kontra, yang pro menganggap kedatangan Obama ini bisa membawa kemajuan bagi negara kita. Sedangkan yang kontra yang menganggap kedatangan Obama kurang tepat karena negara kita sedang berduka dengan berbagai bencana, eh ini masih mau-maunya direpotin mempersiapkan sambutan bagi Mister Obama. Saya sendiri kemarin melihat kedatangan Obama di Istana Negara melalui siaran langsung yang ditayangkan oleh salah satu teve swasta. Dalam tayangan tersebut  saya akui Obama tampak lebih kharismatik dan percaya diri dibandingkan dengan SBY, padahal kita semua tahu Obama lebih muda dari SBY. Yang menarik perhatian saya adalah saat sesi perkenalan antara SBY dengan rombongan Obama dan pengenalan Obama dengan para menteri yang petang itu hadir semua di Istana Negara. Seperti yang saya tulis dalam QN saya kemarin yang ada di sini, bahwa nampak sekali perbedaan cara SBY dan Obama menjabat tangan orang yang diperkenalkan kepada mereka. SBY seperti hanya menjabat sekedarnya, senyum seperlunya dan kemudian berganti dengan yang lain. Beda sekali dengan Obama yang cukup lama menjabat tangan para menteri dan mengajak bicara, meski mungkin itu hanya basa-basi namun nampak kesungguhan dari bahasa tubuhnya. Seandainya saya menjadi salah satu menteri itu (mimpisiangbolong) saya pun akan merasa sangat dihargai dan dianggap penting juga. Yang juga membuat saya kagum, Obama tak lupa memperkenalkan istrinya, Michelle pada setiap menteri yang menyalaminya. Beda sekali dengan SBY yang ‘meninggalkan’ begitu saja Ibu Ani di belakang. Bagi saya itu satu bentuk penghargaan seorang suami pada istrinya, bahwa dibalik kesuksesannya selama ini ada Michelle yang selalu memberikan support dari belakang. Masalah salam-salaman ini ternyata juga menjadi topik yang hangat di internet, baik itu media berita maupun jejaring sosial. Tapi yang menjadi topik bahasan bukan SBY dan Obama, melainkan Michelle dengan Menkominfo Tiffatul Sembiring atau yang familiar dipanggil Tiffie. FYI, Tiffie merupakan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera yang terkenal sangat teguh menjalankan syariat Islam, salah satunya dia tidak pernah berjabat tangan dengan wanita bukan muhrimnya. Nah kemarin saat tiba giliran Tiffie berjabat tangan, ternyata beliau bersedia menjabat tangan Michele Obama yang notabene bukan muhrimnya. Tentu saja hal ini menjadi bahan pemberitaan, bahkan media sekelas Washington Post ikut memberitakan insiden tersebut. Di Twitter juga tak kalah heboh, tempat di mana sang menteri juga sangat eksis di sana. Avian Tumengkol, seorang pemimpin surat kabar di Medan menulis di akun Twitternya: Hahaa @tifsembiring salaman sama Michele, Tapi sama rakyat Sumut yang perempuan tak pernah mau. Tak kalah juga, Uni Lubis, anggota Dewan Pers yang juga Pemimpin Redaksi Anteve juga mempertanyakan hal itu di Twitternya: Ini menteri PKS mau juga salaman sama perempuan. Lihat Pak @tifsembiring salaman sama Bu Michelle. Hayoo, sama kita-kita kok gak mau?” Tentu saja bukan Tiffie namanya kalau diam saja, dia berusaha mengklarifikasi (baca: membela diri) jika insiden itu adalah suatu ketidak sengajaan. Di akunnya dia menulis: Cari2 kesempatan? Astaghfirullah!! Benar2 tidak sengaja. Sudah ditahan 2 tangan, eh bu Michelle-nya nyodorin tangannya maju banget…kena deh. @unilubis jadi tersungging Para tweps yang lain juga nggak mau ketinggalan, mereka mayoritas mengolok-olok insiden dan pembelaan yang dilakukan oleh Tiffie. Mungkin hal itu merupakan akumulasi dari kegemasan mereka pada Tiffie yang selama ini terkenal dengan twit-twitnya yang mengundang kontroversi. Untungnya, di antara yang kontra dan menghujat masih ada para simpatisan PKS yang mau memaklumi hal tersebut. Salah satu contohnya di QN MPers yang sedikit berdebat membahas salaman Tiffie dan Michelle. Saya tidak tahu apakah hal itu memang benar suatu ketidaksengajaan atau bukan, hanya beliau dan Allah sajalah yang tahu. Namun saya pribadi memahami bahwa posisi beliau memang agak sulit. Di satu sisi beliau pastinya ingin menjalankan syariat yang dia yakini namun di satu sisi mungkin beliau takut jika dia menolak salaman Michelle maka akan membuat sang First Lady Amerika tersebut tersinggung. Saya sendiri pernah mengalami hal serupa, yaitu saat acara halal bi halal di sekolah dimana semua murid menyalami para guru, baik itu pria maupun wanita. Ketika itu saya baru saja tahu dari khutbah Idul Fitri di kampung bahwa dalam halal bi halal pun tidak diperbolehkan pria dan wanita yang bukan muhrim berjabat tangan. Nah saya kemudian mencoba menerapkan hal tersebut saat bersalaman di acara halal bi halal tersebut. Meski agak canggung dan membuat semua ibu guru sedikit heran (bahkan yang berjilbab) saya tetap menjaga jarak salaman agar tidak bersentuhan tangan dengan mereka. Dan tanpa saya duga, ternyata hal itu menjadi pergunjingan di antara para guru di sekolah. Hal ini saya ketahui saat Pak Soepardi, guru Sejarah yang cukup berpengaruh di sekolah, menyampaikan hal itu saat mengajar di kelas kami. “Siapa itu, kemarin pas acara halal bi halal kok tidak mau salaman sama semua ibu guru di sekolah. Kok aneh-aneh aja. Kecuali kalau sama yang bukan muhrim, lha ini sama gurunya sendiri kok nggak mau salaman.” Tentu saja saya diam saja saat itu dan hanya cekikikan dalam hati. Teman sekelas juga biasa saja, saya tidak tahu apakah mereka tahu kalau yang dimaksud itu saya. Ada untungnya juga menjadi orang biasa, coba kalau saat itu saya seterkenal Tiffatul Sembiring pasti sudah banyak yang pro dan kontra dengan tindakan saya tersebut. Saya yakin pasti banyak yang mengatai saya terlalu fanatik menjalankan agama. Ya terserah aja sih, tiap orang punya nilai dan batasan endiri tentang arti dari sebuah kata fanatik. Kalau sekarang, jujur saya akui saya lebih fleksibel, tergantung dengan siapa saya bersalaman. Kalau dia seorang akhwat, tentu saja saya akan menghargai prinsipnya untuk tidak mau bersentuhan dengan yang bukan muhrim. Kalau dia seorang muslimah biasa, yang nggak terlalu strength, saya tetap mencoba untuk salaman dengan tidak bersentuhan. Tapi kalau akhirnya tetep sentuhan, ya sudah nggak apa-apa, nggak sengaja kok :P. Trus kalau sama yang wanita non muslim gimana? Saya menyesuaikan saja asalkan tidak menyinggung perasaannya. Berarti nerapin standart ganda dunk? Iya, memaang. Iiih munafik deh kamu. Wah sejak kapan situ jadi wakil Allah di dunia, sampe berani ngejudge orang lain munafik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun