Blog ini aku tulis untuk menjawab pertanyaan dari teman-teman tentang pilihanku untuk menerbitkan Partisi Hati secara indie. Awalnya sih pengin sedikit ‘jaim’ dengan bilang pengin nyoba sesuatu yang baru, pengin yang lebih menantang gitu. Tapi kadang juga ngeles dengan bilang: biarlah aku dan Tuhan saja yang tahu alasannya.
Nah, sekarang aku akan beberkan semua kenapa aku akhirnya membulatkan tekad untuk menerbitkan novel melalui jalur indie.
AKU MASIH INGIN MENULIS
Yupe bener banget, aku masih ingin menulis. Lebih spesifik lagi adalah menulis novel. Jujur aja, aku sudah mengalami beberapa penolakan dari penerbit-penerbit. Ada yang alasannya yang bisa kuterima tapi ada juga yang sedikit membuat ‘sakit hati’ karena aku sudah menuruti keinginan mereka untuk mengedit bahkan merombak total draftku tapi tetep aja nggak diterima. Bahkan aku pernah mengalami draftku hilang entah kemana setelah hampir empat bulan aku mengirimkannya, aku nggak tahu siapa yang salah. Mau komplain ke kantor pos juga udah terlambat banget. Penolakan yang terakhir kemarin nggak seberapa sih, tapi lamanya waktu yang udah aku korbankan untuk menunggu jawaban dari penerbit itu membuatku bener-bener udah nggak tahan lagi.
Aku mikir gini, kalau kelamaan kayak gini aku takutnya bisa putus asa beneran dan akhirnya mogok nggak mau nulis lagi. Oh No, aku nggak mau hal itu terjadi pada diriku. Menulis buatku udah panggilan jiwa dan aku nggak akan menyia-nyiakan karunia yang udah diberikan Allah padaku. Ya udah lah, kalau penerbit-penerbit itu nggak mau nerbitin novelku, aku akan terbitin sendiri!
Dulu saat menerbitkan Xerografer, selain pure ingin nerbitin buku ada ‘motivasi sampingan’ ingin mendapatkan materi yang banyak dari bukuku. Siapa sih yang nggak pengin bukunya best seller?
Alhamdulillah, dari Xerografer aku mendapatkan materi yang bisa dibilang lumayan. Yaa kalau dibandingkan dengan penulis-penulis yang best seller nggak ada apa-apanya sih. Makanya aku mencoba berpikir realistis bahwa aku nggak bisa menggantungkan hidupku sepenuhnya pada menulis. Di Indonesia hanya segelintir penulis aja yang bisa benar-benar hidup dari menulis.
Alhamdulillah lagi, sejak tahun lalu statusku di perpustakaan sudah diakui oleh negara dan hal itu diikutin dengan kesejahteraan yang mulai meningkat. Jika aku telaten dan bekerja dengan baik, aku percaya bisa menggantungkan hidupku pada kerjaanku di perpus ini. So, untuk menulis buku aku anggap sebagai aktualisasi diri. Untuk urusan royaltinya, aku anggap sebagai bonus yang akan mengikuti dengan sendirinya.
AKU KANGEN PEMBACAKU
Aku emang nggak punya fans seperti Dee, Andrea Hirata, Raditya Dika dan penulis ngetop lainnya. Tapi ada orang-orang (pembaca Xerografer) yang concern dan nggak pernah berhenti bertanya kapan aku mengeluarkan buku lagi. Bahkan baru-baru ini ada seorang cewek SMA yang nge-add fesbukku dan dia bilang baru aja meresensi Xerografer untuk tugas di sekolahnya. Waw, itu bener-bener suntikan semangat buatku. Nggak nyangka aja masih ada yang mau baca Xerografer sampai saat ini. Merekalah yang membuatku sampai saat ini masih tetap semangat dan tak pernah berhenti untuk menulis.
Tiga tahun bukan waktu yang pendek untuk menahan kerinduan. Aku kangen untuk menyapa lagi para pembacaku lagi dengan sebuah karya baru. Aku ingin berinteraksi lagi dengan mereka meskipun tidak secara langsung.
JANGAN ADA YANG SIA-SIA DALAM HIDUPKU
Kalimat di atas udah menjadi harga mati buatku, setiap melakukan apapun aku selalu berusaha agar memberi arti bagi orang lain. Aku sudah mencurahkan segenap jiwa, hati dan pikiranku saat menulis novel-novelku. Aku gembira, sedih, tertawa dan menangis bersama tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Nah, aku ingin membagi pengalaman itu bersama orang lain agar apa yang sudah kutulis tidak sia-sia belaka. Karena bagaimana pun juga sebuah karya baru akan berarti bila ada yang membacanya.
Nah, saat ini jalan yang paling cepat dan efisien menurutku adalah dengan menerbitkan secara indie. Aku tahu jalan yang aku ambil ini tidaklah mudah, ada banyak tantangan dan rintangan yang harus aku hadapi agar buku ini sukses. Tapi aku yakin, Allah tidak akan membiarkanku seorang diri di jalan yang sudah Dia tentukan ini. Semoga di jalur indie ini ada pengalaman baru yang aku dapatkan dan bisa membuatku lebih baik lagi. Amin.
NB
Oh iya, aku baru ingat, ternyata aku punya satu fans di akun Goodreadsku. Kalau nggak salah, tiga hari kemarin ada seorang cewek yang nge-add dan meng-klik icon became fans yang ada di bawah fotoku. Tapi anehnya, dia tuh belum pernah baca novelku dan kebanyakan buku-buku yang sudah dia baca adalah novel-novel Islami. Mungkin doi salah nge-klik aja kali ya he he he.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H