Di tengah lamunan dalam, zul mencoba menebak apa yang menjadi mimpi si Amir. Seketika mulutnya bergerak dan menatap zul dan yang lainnya, lalu berkata saya bermimpi ingin menjadi relawan, seperti kakak dong. amir juga membangun kampungnya seperti kakak kaka dong, desa Keta yang amir cintai. Zul dan teman-temannya begitu kaget, mendengar mimpi amir itu. Bagaimana tidak, ketika semua anak bermimpi hal yang berbeda sebagaiamana manusia normal lainnya, tetapi Amir menjadi sosok pemimpi baru yang diatas batas normal untuk anak seusianya.
Kita bisa membanyangkan usia kita pada SMA yang telah atau sedang kita lalui, kita ingat kembali mimpi-mimpi yang kita ingin gapai waktu itu. Semuanya pasti mengarah kepada mimpi dan ambisi individu untuk lebih baik. Amir dan mimpinya adalah anti tesa terhadap kita semua yang sedang bersekolah di Perguruan Tinggi atau yang akan bersekolah di tempat lainnya. Kebanyakan kita memulai mimpi dengan ambisi, tetapi amir memulai mimpinya dengan sudut pandang yang berbeda. Amir memulainya dari refleksi  yang dihadapi berupa realitas di kampungnya yang sangat butuh anak muda yang secara sukarela membangun keta yang lebih baik lagi.
Untuk mengkonfirmasi keseriusan mimpi ke 5 mentor ini, lalu zul mengajak mereka berimajinasi tentang aktivitas mereka di 10 tahun mendatang. Setelah itu, mereka berbagi imajinasinya dengan kami semua yang berada dalam kelompok kecil itu. Berimajinasi tentang masa depan yang mereka inginkan menjadi kenyataan. Ada yang aktivitasnya di 10 tahun mendatang sebagai pekerja  di kantor, di rumah sakit dan dimiliter. Berbeda dengan Amir, dia membanyangkan 10 tahun kedepan ingin terus aktif bersama masayarakat kampung untuk membangun kampung.
Amir bagaikan sosok anak desa yang bukan saja sedang berani untuk bermimpi, tetapi dia adalah sosok yang hidupnya untuk menghidupkan visi. Begitupun dengan anak-anak desa lainnya yang bertindak sebagai mentor di Taman baca Keta (Rumah Baca Suru, dan Taman Baca Rumadan) mereka sedang merajut asa untuk sebuah perubahan dari desa-desa mereka. Semoga kita semakin banyak menemukan anak muda dengan mimpinya di atas batas normal seperti Amir.
Mungkin sebagain dari kita dalam hal melihat mimpinya Amir itu normal-normal saja. Tetapi zul menyebutnya diatas batas normal. Sebab begitu visioner anak seusia dia melihat masa depan. Amir menyadari kampung adalah kekuatan, masyarakat adalah bukan hanya sekedar objek pembangunan, tetapi juga pelaku pembangunan .Amir ingin mengambil bagian dari itu semua, menjadi aktor pembangunan di desanya pada masa depan.
Ketika standard hidup membuat sebagain orang harus bersekolah tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang bonefit yang lebih baik, tetapi kampung-kampung asal mereka abaikan begitu saja. Amir ingin keluar dari salah satu penjara dunia yang di utarakan oleh Ali-syariati yakni Ego. Ketika zul bertanya kenapa amir, mengapa ia memilih jalan mimpi itu ? berbeda sekali dengan teman-temannya yang lain. Amir menjawab (beta seng mau jadi kaya orang-orang yang pi sekolah tingi-tinggi tapi lupa kampung). Hari zul berkata dari Jawaban amir tersebut, sebenarnya itu adalah kritikan untuk kita sebagai anak desa yang sedang bersekolah dimanapun itu. Terkadang banyak dari kita yang tak menyempatkan diri, waktu, gagasan dan tenaga kita untuk kembali ke kampung hanya untuk sekedar bersuah dengan masayarakat dan berkontribusi untuk kampung-kampung tercinta.
Amir bukan saja berani untuk membuat keputusan mimpi yang berbeda, tetapi dia mangajarkan betapa pentingya kita yang ingin bekerja untuk perubahan harus berani keluar dari zona nyaman. Berani bermimpi, itu hakekatnya. terlihat benar, banyak dari kita yang terjebak dalam wacana-wacana perubahan tak berujung praksis. Amir memilih untuk menuju titik akhir masa depannya dengan ingin melebur bersama realitas di kampungya untuk melakukan perubahan bersama masyarakat. Saya melihat ada yang unik dari taman baca keta ini, hadir bukan untuk mepertegas eksisntensinya saja tetapi sebagai tempat anak-anak desa keta berefleksi tentang tujuan hidup dan masa depan mereka. Amir adalah salah satu contoh anak taman baca Keta yang sudah menemukan tujuan hidupnya lewat proses yang di bangun bertahun-tahun di sini.
Amir akan terus berjuang untuk menggapai mimpinya menjadi relawan di kampungya sendiri. Mari kita dorong sosok-sosok seperti Amir yang dari keta ke kampung-kampung lainnya. Semoga masih banyak kita temukan nalar civilian bekerja dalam setiap mimpi kita. Sehingga kita pada akhirnya percaya bahwa yang membuat kita bernilai sebenaranya bukan posis-posisi formal kita, status sosial kita, tetapi sejauh mana kita berkonstribusi (Copyright tulisan Zrahyantel support editing by EHD).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H