Mohon tunggu...
Melihatketimur
Melihatketimur Mohon Tunggu... Human Resources - Adalah pergerakan mencerdakan kehidupan bangsa

Sebagian Hidup Adalah pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Zul, Amir dan Mimpi Taman Baca Keta

27 Oktober 2017   20:06 Diperbarui: 27 Oktober 2017   20:12 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para mentor taman Baca keta_Budaya Literasi Peningkatan Kapasitas Mentor Taman Baca Keta_Taman Baca Keta_Agustus, 2017.

Orang bodoh selalu bicara, orang yang bijak akan mendengarkan_Ethopia

Sebagai seorang anak desa, sejak dari dulu zul berkeyakinan bahwa letak geografis tak bisa membatasi mimpi untuk berbuat lebih baik ke depan nanti. Seyogyanya, desa adalah titik nadir awal sekaligus titik balik bagi siapa saja yang ingin melangkah meraih masa depan. Desa sebagai titik awal untuk bermimpi besar, karenanya kolong langit desalah dihadirkan Tuhan untuk sebuah tujuan mulia. 

Terkadang, sebagian besar anak desa harus berhenti bermimpi. terpuruk  oleh angan dan tak sempat memberanikan diri untuk bermimpi. Bukan hanya dibenturkan oleh akses akan pendidikan yang begitu sulit, tetapi juga akses atas informasi yang begitu terisolir. Keterisolasian desa bukanlah sebuah realitas yang statis tapi melainkan sebuah realitas yang dinamis yang bisa ditransformasikan ke arah yang lebih ideal (ideal bukan berarti desa kita urbankan, tetapi melainkan kita mengawal peradaban desa agar tetap berkembang dengan norma kearifan lokal. 

Ideal itu bukan berarti rumah ataupun bangunan di desa yang harus menyamai gaya dan bangunan perkotaan, tetapi bagaimana kita menjaga pembangunan yang tidak merusak keaslian ciri khas alam desa. Hal itu mengartikan, anak desa dan masyakatnya menyadari potensi desanya dan bersama bertindak sebagai pelaku pembanguan dalam desanya bukan sebagai objek pembangunan sahaja. Untuk bertranformasi tentu, kita butuh anak desa yang berani bermimpi dan berjuang melewati keterbatasan yang ada, tembus ruang realita hingga titik nadir bergemuruh.

Tepat 2 hari setelah perayaan kemerdekaan yang ke 72. Seorang anak sebut saja Zul Rahyantel dan Volunteer berkesempatan untuk belajar bersama para pejuang pendidikan di Desa Keta. tepatnya di taman baca keta (mentor dari taman baca keta, rumah baca suru, dan taman baca rumadan). mereka menginisiasikan sebuah aktivitas besar dalam budaya literasi, perogram yang diperbuat dengan sepenuh hati tersebut adalah pelatihan peningkatan kapasitas untuk para mentor rumah baca tersebut. semua ini dilakukan dalam bentuk ikhtiar merajut mimpi anak anak desa dari desa mereka sendiri. anak-anak desa duduk bersama, belajar meraup mimpi, meningkatkan kualitas dan memperkuat kapasitas,  sehingga mimpi mereka dan orang sekitar dapat diraih dengan bersama sama bersenergi mewujudkannya.

Dalam proses pelatihan tersebut, ada satu sesi khusus yang sengaja diagendakan yakni, sesi merajut mimpi dari keta. Anak-anak dari 3 taman baca ini dibagi menjadi tiga kelompok dan para fasilitator TOT melebur bersama masing-masing kelompok. sejalan dengan itu Zul bertemu dengan 5 mentor, mereka anak muda yang luar biasa. Kenapa mereka disebut luar biasa??

Sebab mereka dengan usia yang begitu muda dan masih ada di bangku Sekolah Menengah  Atas (SMA). Disamping mereka sedang berjuang untuk masa depan sendiri, mereka juga setiap hari menghadiri aktivitas belajar di untuk masa depan anak-anal lainnya. Tentu yang mereka sedang perjuangkan masa depan anak bangsa lainnya di desanya. mereka mendidik dan mereka mengajarkan membaca, menulis, dan menghitung tanpa tidak lupa untuk bermain bersama. Ini dilakukan dengan suka rela, tampa ada paksaan. 

Saat itu zul tertekun saat bertanya, kenapa disaat anak SMA lain sedang asik dengan dunianya, kalian malah memilih  jalan ini (menjadi mentor di Taman Baca Keta, Rumah Baca Suru & Taman Baca Rumadan). Hampir jawaban mereka seragam (Abang supaya katong pu ade-ade bisa cepat baca dan katong mau bangun katong pu negeri lewat taman baca/literasi).

Mendengar jawaban ini zul langsung tertekun, teringat akan pesan mama-mama di Papua ketika saya belajar disana bulan lalu. Jika ada orang yang berjuang untuk perubahan desanya maka itu "Tuhan pakai mereka untuk pekerjaan mulianya". Setelah itu zul kemudian meminta satu persatu dari mereka untuk berbagi mimpi mereka. Ada yang bermimpi menjadi suster, menjadi bidan, menjadi guru dan tentara semua anak di kelompok saya sudah berbagi mimpi, namun ada salah satu dari mereka tersisa. Dialah Amir Sengan, seorang anak pendiam di sudut tembok itu. Awalnya dia hanya duduk dan diam saja, tanpa suara apapun ekspresinya berbeda dengan keempat teman teman lainnya. Zul lantas menangkap dari ketengannya itu, sebenarnya dia menyiapkan energi lebih untuk mengutarakan sebuah mimpi yang sangat luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun