Mohon tunggu...
Egita Manda Putri Juliansa
Egita Manda Putri Juliansa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel ini adalah sebagai bentuk Tugas UAS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Politik Agraria : Dinamika Populisme, Pengalaman Orde Lama

13 Juli 2024   20:40 Diperbarui: 13 Juli 2024   20:50 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aspirasi petani di era Soekarno diprioritaskan dalam politik populis melalui partisipasi organisasi massa petani. Dalam era pemerintahan Soekarno, partisipasi politik petani meningkat karena ruang gerak yang terbuka luas, terutama bagi golongan kiri. Isu-isu petani menjadi perhatian utama, termasuk konflik internal antara buruh tani dan petani miskin dengan tuan tanah dan petani kaya.

Ketegangan di pedesaan Jawa dan Sumatera disertai ketegangan di tingkat elite negara melibatkan militer, partai komunis, dan Soekarno. Namun, konflik elite tersebut meledak setelah terjadi pembunuhan terhadap jenderal-jenderal yang dianggap merintangi jalan menuju revolusi sosial, pada 30 september 1965.

Konflik elit pecah, memicu ketegangan politik, terjadi pembunuhan massal aktivis petani dan penangkapan ribuan. Pengkelasan sosial di pedesaan didasarkan atas seberapa besar ia menguasa tanah. Menurut keadaan pertanian di jawa dapat dibedakan kelas-kelas sosial adalah tuan tanah, petani kaya, petani sedang, petani miskin, dan buruh tani.

Dalam dinamika politik agraria di masa orde lama, kelas sosial yang terdiri dari tuan tanah, petani kaya, petani sedang, petani miskin, dan buruh tani memainkan peran penting. Selain itu, masalah ideologi dan organisasi memengaruhi dinamika politik agraria di masa orde lama. Orientasi-orientasi budaya-keagamaan, juga dikenal sebagai aliran, adalah komponen penting dalam dinamika politik agraria masa orde lama. Orang-orang di masa itu terbagi dalam tiga kelompok besar, "priyayi, santri, dan abangan."

Oleh karena itu, organisasi politik di tingkat desa memahami polarisasi politik yang didasarkan pada orientasi Islam versus non-Islam. Dikotomi politik ini mirip dengan dikotomi agama dan budaya lama, tetapi dengan landasan organisatori dan pengertian baru. Partai-partai, besera organisasi di bawahnya (untuk petani, burh, pemuda, permepuan, dll.), memiliki pengaruh politik yang lebih besar pada massa rakyat.

Di Surakarta, kaum buruh dan kelompok tani berkumpul pada 5-7 Nopember 1945. Kira-kira dua ribu perwakilan menghadiri kongres buruh dan tani ini. Setelah diketahui bahwa anggota-anggota mengadakan pertemuan khusus yang menetapkan bahwa organisasi petani harus didirikan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, kongres petani diadakan di Yogyakarta pada 22-25 nopember 1945. Kongres memutuskan untuk membentuk organisasi petani yang disebut barisan tani indonesia (bti). Kejadian upaya pemberontakan musso di madiun tahun 1948, membuat surutnya dominasi barisan penganut komunis dalam pimpinan bti.

Partai komunis Indonesia (PKI) memainkan peran penting dalam terjadinya pergolakan tersebut. Dari tahun 1951 hingga 1965, PKI memainkan peran penting dalam gerakan petani, baik melalui propaganda maupun tindakan. Para pemimpin PKI menggunakan pendekatan kelas untuk menganalisis situasi agraria. Masyarakat pedesaan memiliki kawan dan musuh. Tuan tanah penghisap, lintah darat, tukang ijon, kapitalis birokrat (kabir), tengkulak jahat, bandit desa, dan penguasa jahat adalah tujuh setan desa yang disebut sebagai musuh.

Langkah lain, pki melakukan pengenalan dan penyelidikan secara langsung terhadap kehidupan kaum tani. Pki mengirimkan kader-kadernya ke desa-desa. Mereka melakukan diskusi, konsolidadi serta meluaskan keanggotaan dan kerja sama (infiltrasi) dengan berbagai organisasi.

PKI menunjukkan hasil yang nyata. Pada tahun 1953, ki berhasil menggabungkan rti, bri, dan sarekan kerukunan tani indonesia (sakti), tetapi tetap menggunakan nama bti. Dengan demikian, keanggotaan BTI meningkat. Sementara jumlah karyawan PKI sendiri meningkat pesat seiring dengan kemajuan pekerjaan.

Akibatnya, kekuatan organisasional PKI memengaruhi dinamika politik agraria baik di tingkat massa maupun elite. Kader partai harus memperbaiki pekerjaan praktis mereka dalam menangani masalah agraria dan massa petani, menurut pki pada kongres nasional tahun 1959. Mereka harus bekerja berdasarkan hasil riset atau bekerja secara ilmiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun