EGI SANTIKA DEWI/191241075
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
    Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya hayati (biodiversity) yang sangat besar dan sangat melimpah. Indonesia juga memiliki kekayaan pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan yang sangat beragam yang dapat dikembangkan untuk pengobatan. Obat tradisional yang merupakan bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, atau campuran dari bahan yang secara turun temurun  telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1979). Dokumen kebijakan obat tradisional tahun 2006 mencatat ada 30.000 jenis tumbuhan yang teridentifikasi di Indonesia, 7.500 diantaranya tergolong tanaman obat.
    Indonesia dengan memiliki 30.000 species tumbuhan dan diketahui sekurang-kurangnya yaitu 9.600 species tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 species telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Molino et al. 2003).  Menteri Kesehatan memaparkan, berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar 2010, hampir setengah (49,53) penduduk Indonesia berusia 15 tahun keatas mengonsumsi jamu. Sekitar lima persen (4,36%) mengonsumsi jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45,17%) mengonsumsi jamu sesekali. Menkes menyatakan terdapat dua tantangan utama dalam penggunaan obat tradisioal di Indonesia. Yang pertama, konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional selalu aman. Tantangan selanjutnya, mengenai izin praktek pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi kesehatan tradisional.
    Berdasarkan Survei Global WHO (1994) tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan obat tradisional yaitu kurangnya data penelitian, kurangnya mekanisme kontrol yang tepat, kurangnya pendidikan dan pelatihan, kurangnya keahlian. Karena minimnya data ilmiah. Situasi serupa juga ditemukan di wilayah SEARO, sebuah survei kebijakan nasional tentang obat tradisional dan regulasi jamu (2005) mengungkapkan bahwa belum semua negara SEARO memiliki kebijakan yang berkaitan dengan obat tradisional", jelas Menkes. Obat tradisional membuat Menteri Kesehatan mnenerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 003/2010 tentang saintifikasi jamu yang mengatur tentang perlunya pembuktian ilmiah. Pemanfaatan obat tradisional untuk tujuan promotif, preventif, kuratif dn paliatif. Menkes menegaskan saintifikasi obat tradisional ini adalah upaya penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
     Duet antara dokter peneliti dan pelayanan kesehatan ini ditujukan untuk memberikan landasan ilmiah secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan (Arsana, P.M & Djoerban, Z. 2011). Regulasi penggunaan obat tradisional serta pelayanannya di Indonesia saat ini sudah cukup baik, tetapi perihal pengembangan pemanfaatan tanaman obat yang digunakan sebagai pengobatan perlu adanya penelitian, kajian literatur ilmiah serta pengembangan penelitian lebih lanjut yang mendukung perihal pemanfaatan dan khasiat dari obat herbal dan pengobatan secara tradisional tersebut. Karena jika dilihat antara pengobatan tradisional komplementer dan dan pengobatan tradisional secara konvensional sangat bersebrangan, yang terkadang menimbulkan perdebatan perihal ke efektifan penggunaan pengobatan tradisional tanpa adanya efek samping jika dibandingkan dengan pengobatan konvensional, padahal kenyataannya tidak selalu demikian.
     Ini dapat dikarenakan pengobatan tradisional secara komplementer pendekatannya lebih kepada Holistik (menyeluruh), sedangkan pengobatan secara konvensional pendekatannya kepada Simtom (fokus terapi pada gejala yang ditimbulkan). Kesimpulannya, bahwa obat tradisional belum memiliki sertifikasi, penelitian dan data ilmiah yang jelas sehingga obat tradisional membutuhkan penelitian, kajian literatur ilmiah dan mekanisme kontrol yang tepat.
KATA KUNCI: Herbal, Jamu, Obat, Penelitian, Tradisional.
                              Â
DAFTAR PUSTAKA