Mohon tunggu...
Egi Sahril
Egi Sahril Mohon Tunggu... Lainnya - Enjoy the Moment.

Mantan Mahasiswa. Untuk melihat tulisan saya lainnya dapat kunjungi: https://gtechinsight.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yuk Kita Sensor Mandiri!

24 September 2017   23:53 Diperbarui: 25 September 2017   00:03 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesatnya perkembangan dunia teknologi dan informasi sekarang ini. berdampak pula terhadap Industri perfilman dan media televisi di Indonesia sehingga semakin berkembangnya industri tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan positif tentunya bagi semua masyarakat yang merasakannya. akan tetapi, hal tersebut dapat berdampak negatif apabila tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat akan pemanfaatannya. Televisi adalah sebuah media telekomunikasi yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara. Industri Media televisi dan perfilman adalah Industri yang Membuat Penyiaran konten TV yang disiarkan ke khalayak umum.

Anak-anak di zaman sekarang disuguhkan banyak sekali tontonan oleh media-media pertelevisisan entah itu sekedar iklan, film atau pun siaran televisi yang lainnya, Apalagi sekarang dengan bermunculannya layanan TV Interaktif atau TV cable berlangganan, kita dapat mencari tontonan film apapun serta dapat dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu waktu dari jam tayangnya film tersebut. misalnya lewat tv on demand dalam tv berlangganan, kita dapat melihat film yang telah ditayangkan oleh siaran televisi, dan bisa kita ulang kembali. Hal tersebut akan berdampak buruk kepada anak-anak kalau menonton film-film dewasa. sehingga hal seperti itu, kalau tanpa ada pengawasan dari orang tua takutnya anak-anak dapat melihat hal-hal berbau kekerasan, pornografi, dan lain sebagainya. Hal tersebut pula mengakibatkan timbulnya permasalahan tentang penyiaran media pertelevisian.

Maka dari itu yuk semuanya ikut serta dalam melakukan sensor mandiri!
Dalam hal ini semua elemen harus ikut serta, bukan dari elemen lembaga sensor film saja yang harus bertindak karena kalau semua elemen tidak ikut serta maka hasilnyapun masih kurang maksimal dan penyimpangan masih akan selalu ada. serta pemahaman anak-anak untuk menonton film sesuai usia masih kurang. Kalau seperti itu masih akan banyak anak kecil yang menonton film-film dewasa  maka dari itu, saya mengajak semua elemen ikut serta untuk melakukan sensor mandiri ini.

Nah, Bagaimana caranya untuk melakukan sensor mandiri ini?

Pertama Industri yang memproduksi film itu sendiri, sensor mandiri disini para pembuat film harus semakin bisa mengkaji dalam memilah apa yang harus ditayangkan dan tidak menurut klasifikasi umurnya, jangan sampai memasukan adegan film dewasa kedalam film anak-anak. Hal tersebut juga agar sesuai dengan aturan atau undang-undang yang sedang berlaku. karena kalau tidak sesuai maka akan rugi juga ke para pembuat film itu sendiri. soalnya, film akan banyak yang di potong atau mungkin bisa tidak di tayangkan sama sekali apabila tidak sesuai undang-undang yang berlaku. Serta kalau para pembuat film sudah mampu untuk mensensor mandiri, apa yang akan ditayangkan untuk dipertontonkan ke khalayak umum, dengan hal tersebut maka memberi efek positif terhadap perusahaan pembuat film, masyarakat tanpa khawatir untuk melihatnya karena tontonan yang berkualitas dari para pembuat film, dengan begitu penilaian masyarakat untuk perfilman Indonesia akan semakin baik, dan masyarakat semakin mengapresiasi sebuah film Indonesia dengan cara menontonnya di bioskop-bioskop, dan menjadikan keuntungan juga bagi Industri perfilman Indonesia.

Kedua Orang Tua dalam membimbing keluarganya dalam menonton film sesuai usia. Dalam hal ini orang tua harus memberi pengawasan kepada anak-anaknya dan memberikan pemahaman kepada si anak, agar si anak tumbuh kesadaran untuk menonton film sesuai usia. Karena  omongan orangtua adalah omongan pertama yang akan didengarkan oleh si anak. Apabila tidak dilakukan pemahaman dan pengawasan kita para orang tua tidak akan tahu. Karena Anak-anak akan meniru apa yang dia lihat meskipun apa yang dilihat itu salah, karena anak-anak belum bisa memilah informasi mana yang baik dan benar. Jangankan anak kecil masyarakat yang sudah dewasapun sekarang-sekarang ini sudah mulai kurang pemahaman atas berita benar atau salah atau yang biasa disebut hoax. Untuk lebih jelasnya Kita ambil contoh saja ketika tahun 2005an ada anak-anak SD yang meninggal karena di banting temannya ketika bermain.

Hal tersebut terjadi karena tayangan televisi yang mempertontonkan beladiri gulat yang bernama Smackdown pada waktu tersebut, tontonan tersebut banyak digandrungi oleh anak-anak pada masanya karena para pemerannya biasa di temukan di video game, yang sering mereka mainkan dan membuat anak-anak menyukainya. lantas hal tersebut jadi bahan tiruan anak-anak yang menontonya. Sehingga banyak yang meniru sampailah terjadinya tragedi kematian, setelah ada berita kematian barulah para orang tua sadar akan tontonan anak-anak itu, bahwa apa yang anak-anak tonton itu buruk. Dan tayangan tersebut pun tidak ditayangkan kembali oleh siaran televisi. Sebetulnya hal tersebut dapat kita cegah sebelum adanya korban jiwa, kalau kita semua para orang tua melakukan pengawasan terhadap tontonan anak-anaknya. Ya minimal mereka diberikan pemahaman oleh kita selaku orang yang lebih tua dan kita tidak membolehkan anak-anak kita menonton hal-hal seperti itu.

Selain hal kekerasan tersebut ada yang lebih bahaya lagi yaitu bahaya pornografi. menurut penelitian bahwa bahaya pornografi ini tidaklah main-main, terlebih bagi anak-anak yang sedang dalam masa bertumbuh kembang. Dengan sifatnya yang dapat menimbulkan kecanduan, pornografi mampu merusak otak anak. Ahli bedah saraf Amerika, dr Donald Hilton Jr, pernah memaparkan hasil risetnya yang menyatakan pornografi adalah penyakit. Pornografi mengubah struktur dan fungsi otak alias merusak otak. "Jika adiksi narkoba merusak tiga bagian otak, adiksi pornografi merusak lima bagian otak," Maka dari itu yuk kita melakukan inisiatif sensor mandiri agar tontonan anak-anak kita berkualitas dan sesuai dengan umurnya, karena ketika tontonan sesuai dengan umur-umur anak-anak kita maka informasi yang didapat akan lebih manfaat dan perkembangan anak-anak kita akan semakin baik, dengan begitu dapat menunjang prestasi-presatsi yang didapatkan oleh anak-anak kita.

24.09.2017

Demikian tulisan ini saya buat untuk lomba tulisan artikel di lembaga sensor film.

Sumber Referensi: Elisa; Pornografi, Candu Perusak Otak. Media Indonesi. Jum'at 29 april 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun