Mohon tunggu...
Egip Satria Eka Putra
Egip Satria Eka Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Andalas. Padang

Redaktur Seruan.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Salah Kaprah Memahami UU Provinsi Sumbar yang Baru

8 Agustus 2022   09:00 Diperbarui: 8 Agustus 2022   09:04 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 25 Juli kemaren Presiden Joko Widodo telah meneken Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa UU ini merupakan UU Provinsi Sumatera Barat yang baru, yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 30 Juni 2022 yang lalu. Disahkan bersama dengan 4 (empat) RUU provinsi yang lain yaitu provinsi Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat dan provinsi Nusa Tenggara Timur (Kompas.com, 29 Juli 2022).

Pasca disahkannya UU provinsi Sumatera Barat (Sumbar) ini oleh DPR RI, kemudian menuai polemik dan timbul banyak kesalahpahaman ditengah-tengah masyarakat, terutama dalam masyarakat Sumbar sendiri. Kesalahpahaman ini terjadi menurut penulis karena salah kaprahnya sebagian masyarakat dalam memahami UU ini ditambah dengan kurang lengkapnya informasi yang diterima oleh masyarakat.

Dari analisa penulis, bentuk kesalahpahaman masyarakat terhadap UU Sumbar ini yang paling menonjol adalah adanya anggapan yang menyatakan bahwa UU Sumbar yang baru ini hanya diperuntukan untuk masyarakat etnis Minangkabau saja. Adat dan budaya masyarakat Non Minangkabau terutama etnis Mentawai seolah-olah dilupakan dan tidak diakui dengan adanya UU ini.

Kesalahpahaman yang timbul dari anggapan seperti ini harus kita luruskan agar masyarakat tidak terus terjebak dalam kesalahpahamannya dan agar tidak timbul hal-hal yang tidak kita inginkan seperti timbulnya perpecahan dan rusaknya persatuan diantara kita segenap masyarakat Sumatera Barat.

Penulis berpendapat bahwa anggapan yang menyatakan kalau UU Sumbar ini melupakan etnis non Minangkabau terutama Mentawai adalah kurang tepat dan anggapan yang berbahaya. Sebahagian masyarakat jelas telah keliru dalam memahami UU Sumbar ini.  Bahwa UU Sumbar yang baru disahkan ini tidak hanya buat masyarakat Minang saja melainkan buat seluruh masyarakat Sumbar terutama Mentawai.

Alasan dibuat dan disahkannya UU tentang Prov. Sumatera Barat yang baru ini adalah selain sebagai landasan yuridis yang kokoh bagi Sumatera Barat sebagai sebuah. provinsi dalam kerangka NKRI, juga bertujuan sebagai pembaharuan dari sisi hukum dan cakupan wilayah yang sudah tidak sesuai kondisi saat ini.

UU No. 17 tahun 2022 ini akan menggantikan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Dimana desain pengaturan Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Undang-Undang tersebut masih menggunakan UUDS 1950 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah sebagai acuan, yang pada dasarnya tidak relevan lagi dengan dinamika dan perubahan hukum di masyarakat.

Pasal 5 huruf C dalam UU Sumbar ini yang banyak dipermasalahkan oleh masyarakat. Dalam pasal ini berbunyi, “Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.”

Dalam memahami pasal Pasal 5 huruf C ini, kita dapat menggunakan metode Interpretasi. Dimana metode Interpretasi ini menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH dalam bukunya yang berjudul “Penemuan Hukum Sebuah Pengantar”, adalah metode dalam penemuan hukum yang digunakan untuk menafsirkan teks dalam UU yang kurang jelas secara gramatikal agar dapat diketahui makna dari teks dari UU tersebut.

Maka ada dua makna yang tersirat dalam pasal 5 huruf C UU tentang Provinsi Sumbar ini yaitu: Pertama, dalam UU ini  menegaskan bahwa Sumbar dengan mayoritas Minangkabau memiliki filosofi ABS-SBK, sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku. Maka makna pertama dalam UU ini adalah untuk masyarakat Minangkabau yang notabene masyarakat mayoritas di provinsi Sumbar.

Makna kedua dari UU. No. 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat ini adalah bahwa UU ini ditujukan bagi seluruh masyarakat dari berbagai etnis dan agama yang ada di Sumbar. Hal ini tertuang dalam pasal 5 huruf C ini dalam kalimat, “….serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun