Mohon tunggu...
Risky Egi Oktavianus
Risky Egi Oktavianus Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Sebab kemiskinan tidak akan habis di Negeri ini dan ketidakadilan seakan-akan makin. Demikianlah haruslah kita menabur benih-benih kebaikan guna mengikis setiap bentuk penindasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Stafsus Milenial dan Pemuda Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

2 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 2 Mei 2020   17:19 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut WHO pemuda adalah seseorang yang berusia 10 sampai 24 tahun (young  people), sedangkan untuk usia 10 sampai 19 tahun  disebut WHO menyebutnya dengan adolescenea/ remaja. Namun, banyak yang mengatakan kedewasaan tidak dapat diukur dengan usia. Sama halnya dengan pemuda, yang sering diartikan individu yang memiliki karakter dinamis, kreatif, inovatif, cenderung labil, dan tidak mampu mengendalikan emosinya.

"Berikan aku seribu orang tua niscaya kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air dan akan kuguncangkan dunia." ucap Presiden Soekarno ketika masa penjajahan, mengingatkan kita akan pemuda Indonesia yang tidak dapat lepas dari dari tanggung jawab harapan bangsa.

Menuntut mereka untuk selalu berkembang menjadi pribadi yang unggul untuk melaksanakan tugas mulia kepentingan bangsa.

Pemuda Indonesia kali ini sempat mendapatkan angin segar dengan hadirnya Staf Khusus Millenial Presiden Jokowi yang sering disebut dengan Stafsus Milenial. Pada November 2019, Presiden Jokowi melantik 7 orang anak muda sebagai staf khusus dari kalangan milenial. Pelantikan Stafsus Milenial ini diharapkan akan memudahkan pemerintah mengelola negara. Dengan inovasi, gagasan, serta terobosan baru dari para staf khusus milenial itu diyakini sejumlah persoalan bangsa bisa diatasi.

Stafsus Milenial ini seakan-akan menjadi yang terbaik dalam generasi pemuda Indonesia saat ini. Keistimewaan itulah yang menciptakan banyak harapan masyarakat Indonesia untuk Stafsus Milenial agar bisa membawa perubahan dalam hal gagasan-gagasan yang inovatif dan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat.

Namun, apa yang terjadi hari memang tidak sesuai apa yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia ke Staf Khusus Milenias pilihan negara. Di tengah situasi pandemi Covid-19, dua staf khusus milenial Presiden Joko Widodo tiba-tiba menjadi sorotan dengan dugaan konflik kepentingan. Keduanya adalah Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara.

Kontroversi bermula saat Taufan meminta bantuan para camat di seluruh Indonesia agar bisa membantu perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), dalam edukasi lapangan ke masyarakat desa dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas. Polemik ditambah dengan ditemukan surat edaran Taufan menggunakan surat berkop Sekretariat Kabinet. Publik menilai apa yang dilakukan Taufan merupakan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

Adamas Belva Syah Devara adalah pendiri sekaligus CEO Ruang guru, Belva juga menuai polemik dugaan penyalahgunaan kekuasaan antara perannya sebagai Stafsus dan pemimpin perusahaan. Di tengah substansi dari pelatihan Kartu Pra Kerja yang kurang tepat ditengah masa Pandemi. Ruangguru yang merupakan perusahaan penanaman modal asing asal Singapura dinilai tak berhak mengelola pelatihan Kartu Prakerja program pemerintah.
Baik Taufan maupun Belva sebelumnya telah memberikan klarifikasi bahwa apa yang mereka lakukan hanya untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Atas segala kritik yang beredar, akhirnya Belva pun mengundurkan diri dari posisinya sebagai Stafsus Presiden Jokowi dan juga disusul dengan rekannya Taufan.

Di tengah masa Pandemi Covid-19, Stafsus Milenial mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Bagaimana  gagasan-gagasan inovatif belum dapat ditemukan dari stafsus milenial di tengah kondisi yang mengharuskan kehidupan masyarakat berbasis digital. Hal ini seharusnya familiar dengan mereka sebagai citra pemuda milenial Indonesia.

Berangkat dari polemik Staf Khusus Milenial, penulis beranggapan bahwa kepemudaan Indonesia tidak dapat dinilai hanya dengan citra terpilihnya Stafsus Milenial saja. Di masa Pandemi Covid-19 Indonesia membutuhkan semangat para pemuda untuk ambil peran nyata menjadi relawan sosial di tengah masyarakat.

Sebagai contoh Tirta Mandira Hudhi atau yang sering dikenal dr.Tirta. Sosoknya selalu menjadi semangat untuk relawan-relawan lainnya dalam melawan Covid-19. Aksi nyata yang ia lakukan selalu membela kepentingan tenaga medis agar menjalankan tugasnya dengan baik dengan membuka donasi untuk membantu ketersediaan APD dan kebutuhan medis lainnya. Aktif dalam hal mengedukasi masyarakat perihal PHBS melalui media sosial ataupun turun langsung ke masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun