Meski fakta di atas terjadi di depan mata, masih banyak yang berharap mendapatkan sosok pemimpin panutan yang lahir dari proses demokrasi. Bahkan tak sedikit yang meyakini bahwa demokrasi satu-satunya jalan terbaik untuk melahirkan perubahan dan perbaikan di negeri ini. Masih banyak yang menggebu-gebu mendukung tokoh tertentu untuk menduduki tampuk kekuasaan untuk melakukan perubahan dari dalam sistem demokrasi itu sendiri. Toh para pemimpin kita saat ini juga dulunya jualan 'perubahan', tetapi rakyat lagi-lagi dibohongi.
Jalan Perubahan ala Nabi
Jangan mau tercebur di lobang yang sama. Agaknya prinsip ini wajib dipegang oleh masyarakat kita yang lagi-lagi ketipu, lagi-lagi terbuai oleh sosok-sosok baru yang berniat membawa perubahan. Sebab, siapapun pemimpinnya, perubahan yang didambakan tidak akan terjadi jika negeri ini masih mengadopsi demokrasi.
Hal ini disebabkan sistem demokrasi yang memang sudah 'cacat' dari konsep awalnya. Demokrasi secara tidak langsung memposisikan manusia setara dengan Tuhan dalam hal membuat peraturan. Akal manusia yang terbatas 'dipaksa' untuk mendesain peraturan hidup yang berimplikasi bagi umat manusia.
Secara fitrah, manusia membutuhkan aturan yang diwahyukan dari Penciptanya, satu-satunya zat yang mengerti segala yang terbaik bagi manusia itu sendiri. Â Untuk itulah, sang Pencipta mengutus para nabi untuk menyampaikan petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, konsep ini seharusnya tidaklah asing.
Allah berfirman dalam QS Al Maidah: 50 yang artinya, "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yakin?"
Dengan demikian, dalam Islam, meng-uninstall demokrasi sejatinya bukan hanya karena kesengsaraan akibat penerapannya saat ini, tetapi karena konsekuensi keimanan. Dalam Islam, manusia tidak boleh menghamba pada hukum apapun selain hukum Allah ta'ala. Maka singkatnya, ke arah Islamlah seharusnya perjuangan itu bermuara.
Jika menilik perjalanan Rasulullah saw, perjuangan Rasul dalam menegakkan Islam tidak dilakukan dengan berkompromi dengan nilai-nilai jahiliyah. Atau berdikap pragmatis dan menggadaikan idealisme demi meraih tampuk kekuasaan. Rasulullah saw meraih kekuasaan di Madinah melalui perjuangan dakwah, mulai dari membangun kelompok dakwah yang menyiapkan kader-kader dakwah, mendakwahkan Islam kepada masyarakat Islam, hingga menerima kekuasaan secara damai dan sukarela. Langkah ini dilakukan Rasulullah saw secara konsisten, baik dalam kondisi mudah maupun sulit sekalipun Rasul tidak pernah melepaskan dakwah.Â
Wallahu  a'lam ash-showwab.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H