Mohon tunggu...
Egia Astuti Mardani
Egia Astuti Mardani Mohon Tunggu... Guru - Pejalan

Pendidik yang Tertarik pada Problematika Ummat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Derita Palestina dan Kecaman Kita

12 Agustus 2022   09:11 Diperbarui: 12 Agustus 2022   09:18 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bak sinetron yang belum tamat, derita Palestina masih berlanjut. Luka Palestina semakin menganga digempur rudal-rudal Israel ke Jalur Gaza melalui serangan udara yang dilancarkan dari tanggal 5 Agustus 2022 dan diakhiri dengan gencatan senjata pada Minggu malam, tanggal 7 Agustus 2022.

Serangan udara Israel ke Palestina dalam periode 5-7 Agustus lalu telah menewaskan setidaknya 12 warga sipil, termasuk anak-anak, meratakan banyak rumah penduduk dan gedung-gedung. Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza juga ditutup setelah kehabisan bahan bakar.

Penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza semakin bertambah di tengah ketiadaan listrik. Dilansir dari Al Jazeera, seorang warga Palestina, Tarneem Hamad, menuturkan situasi mencekam di salah satu pemukiman di Jalur Gaza saat malam hari.

"Hati saya hancur karena ini masih menjadi kenyataan kita. Saya percaya bahwa semua orang di Jalur Gaza sangat mirip dengan saya dan keluarga saya. Malam ini, kita akan tidur tidak yakin apakah kita akan melihat cahaya pagi lagi, "katanya.

Israel terus mengirim rudal ke pemukiman Palestina di Jalur Gaza bahkan menjelang enit-menit terakhir gencatan senjata. Diana, seorang ibu dari korban tewas rudal Israel, meluapkan kemarahannya saat rudal Israel membunuh putranya.

"Mengapa kita di Gaza terkena semua ini? Kita bisa kehilangan anak-anak kita kapan saja dan kapan saja seolah-olah hidup kita tidak berharga."

Derita pilu warga Palestina seperti suara radio yang memekikkan telinga sewaktu-waktu. Trenyuh dan miris yang kita rasakan tanpa bisa berbuat banyak. Begitu juga dengan respons negeri-negeri muslim lain yang hanya bisa membantu dengan kecaman.

Berpuluh-puluh tahun warga Palestina hidup dalam bayang-bayang serangan, pembantaian dan pengusiran Israel. Sejak melemahnya kekuasaan Islam yang menyatukan dunia saat itu, Khilafah Utsmani, posisi Palestina melemah di bawah kekuasaan Inggris. Perjanjian Balfour tahun 1948 membuka kesempatan bangsa Yahudi bermigrasi menduduki sebagian besar wilayah Palestina hingga sekarang.

Mirisnya, Israel yang jelas-jelas melakukan pembantaian masih berdiri kokoh di bumi Palestina. Tidak heran, Israel mendapat backingan kuat dari negara-negara adidaya sekaliber Amerika Serikat. Sedangkan negeri-negeri muslim masih mencukupkan diri dengan kecaman demi kecaman, kutukan demi kutukan tanpa bisa berbuat banyak.

Sebagai satu tubuh, sudah seharusnya umat muslim sedunia memikirkan nasib muslim lain, termasuk muslim Palestina yang berpuluh-puluh tahun menjadi bulan-bulanan Israel. Berbagai upaya diplomatik ditempuh, tetapi tampaknya menghadapi Israel dengan cara diplomatik bukan jalan yang tepat sebab berkali-kali pula Israel melanggar perjanjian.

Dilansir dari Republika, tahun 2014 saja Israel sudah melanggar 94 perjanjian. Hal ini diungkap oleh Organisasi Humanity for Palestine (H4P), melaporkan Israel telah terbukti melanggar 94 perjanjian gencatan senjata sejak Agustus 2014 hingga Desember 2014. Bentuk pelanggaran terakhir ialah serangan udara yang dilakukan oleh militer Israel terhadap warga Palestina di Khan Yonis dan nelayan Gaza di Perairan Barat Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun