Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Seminar Agrotek 2021: Teknologi Digital Pertanian dan Swasembada Pangan Menjadi Tugas Kita Bersama

1 Desember 2021   00:00 Diperbarui: 1 Desember 2021   00:08 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara agraris. Indonesia memiliki hamparan sawah dan perkebunan yang terbentang luas di setiap wilayahnya. Beragam jenis tanaman bisa tumbuh subur di Indonesia. Kebanyakan penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Namun, sayangnya terkadang para petani tidak bisa menikmati hidup dengan layak. Sebagai orang yang merasakan betul berada di lingkungan masyarakat yang sebagian berprofesi sebagai petani, terutama di daerah Pantura, penulis bisa melihat bagaimana kehidupan para petani dalam kehidupan sehari-hari. Para petani selalu memikirkan ketersediaan pupuk yang terjangkau dan murah, harga padi yang murah, ketersediaan bibit yang berkualitas, minimnya ketersediaan lahan pertanian, ditambah lagi kondisi cuaca yang bisa mengganggu hasil panen mereka.

Harus diakui Indonesia memang banyak petani yang sudah berusia lanjut. Jumlahnya tidak sebanding dengan petani muda. Kekurangan jumlah petani muda sendiri disebabkan banyak faktor. Petani merupakan penopang utama ketersediaan pangan. Berkat kerja keras dan usaha merekalah kita bisa menikmati ragam makanan sehari-hari. Sayangnya meski demikian, nasib mereka tidak serta merta nyaman atau berkecukupan. Kita tahu betul jika harga hasil pertanian dari petani sangat murah. Para tengkulak membelinya dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal. Belum lagi ditambah dengan permainan harga pasar. Petani yang berada di bagian paling awal tidak mengalami perubahan yang signifikan dari mahalnya harga hasil pertanian mereka. Meski Perguruan Tinggi memiliki Fakultas Pertanian, tidak semua mahasiswa pertanian setelah menyelesaikan studi mengambil pekerjaan di bidang pertanian atau menjadi petani. Tentu saja kondisi ini perlu disikapi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang cukup, sehingga jumlah petani bisa dapat bertambah. 

Selain minimnya jumlah petani muda yang lebih memilih bekerja di sektor lain yang lebih menjanjikan, permasalahan ketersediaan lahan pertanian yang semakin menipis seiring mulai beralihnya ditambah alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan atau industri menjadi momok yang harus disikapi secara serius jika ingin menjadikan Indonesia tetap sebagai negara agraris.

Penandatanganan Kerja Sama PUSPINEBT ICMI & Fakultas Pertanian Universitas Ibnu Chaldun Disaksikan oleh Rektor UIC dan Para Narasumber.
Penandatanganan Kerja Sama PUSPINEBT ICMI & Fakultas Pertanian Universitas Ibnu Chaldun Disaksikan oleh Rektor UIC dan Para Narasumber.

Sabtu, 27 November 2021, Fakultas Pertanian bekerjasama dengan PUSPINEBT ICMI menyelenggarakan kegiatan Seminar Agrotek 2021. Kegiatan ini mengusung tema "Strategi Pengembangan Teknologi Pertanian Berbasis Digital sebagai Upaya Mendukung Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan Nasional Pasca Pandemi Covid-19." Untuk mengikat kegiatan ini menjadi sebuah kerja sama dan komitmen bersama, Fakultas Pertanian UIC dan PUSPINEBT ICMI melakukan penandatanganan MOU. Penandatanganan ini dilakukan oleh Irwanuddin H.I. Kulla mewakili PUSPINEBT ICMI, dan Dr. Akrab Amir Najamuddin selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Ibnu Chaldun, yang disaksikan oleh Rektor Universitas Ibnu Chaldun dan para narasumber Seminar Agrotek 2021.

Konferensi Pers Seminar Agrotek 2021. Dok. Pribadi.
Konferensi Pers Seminar Agrotek 2021. Dok. Pribadi.

Dalam konferensi persnya, Prof. Musni Umar, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta (UIC), mengatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris. Oleh sebab itu, Indonesia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari para petani. Petani adalah tulang punggung untuk membangun Indonesia. Selama ini kita impor karena ada komisi, sedangkan jika kita membantu petani tidak ada komisinya. Menurutnya sudah saatnya kita merubah mindset dan political will dari impor menjadi swasembada pangan. Petani harus diberi pupuk yang banyak, murah, dan diberi ilmu.  Indonesia akan kuat jika rakyanya bisa diberikan makan yang cukup, dan mencukupi kebutuhan ini pilar utamanya adalah para petani.

Sesi Materi, AA Lanyalla Mahmud Mattaliti, Ketua DPD RI. Dok. Pribadi
Sesi Materi, AA Lanyalla Mahmud Mattaliti, Ketua DPD RI. Dok. Pribadi

Ir. H. Subandriyo, Ketua Umum MAPORINA, dalam Konferensi Pers menyebutkan bahwa pertanian di masa depan harus mengikuti perkembangan teknologi. Selama ini berdasarkan data,  jumlah petani yang berumur antara 20 sampai 35 tahun hanya sekitar 8% sisanya  merupakan petani yang sudah cukup berumur dan mengembangkan teknologi yang dimilikinya secara turun-temurun. Saat sekarang ini kemajuan teknologi menghendaki adanya perubahan yang cukup drastis dalam bertani yaitu bertani yang berkelanjutan. Sistem digital pertanian diharapkan bisa menarik generasi muda untuk masuk di bidang pertanian. Suatu saat kita harus berpikir bertani itu juga berbisnis. Jadi bekerja di bidang pertanian itu pula kita bisa memperoleh kesejahteraan yang memadai dan tidak kalah dengan bekerja di sektor lain

Dalam presentasi videonya, La Nyalla Mahmud Mattaliti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menekankan pentingnya untuk menyiapkan kesiapan sumber daya manusia (SDM), kesiapan infrastruktur, dan kesiapan regulasi. Jika ketiga hal ini bisa dilakukan, maka kesejahteraan para petani bisa kita wujudkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun