Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Laksanakan Diseminasi Hasil Kajian Tematik dan NSPK Layanan Bahasa dan Hukum

25 November 2021   14:13 Diperbarui: 25 November 2021   14:53 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era modern saat ini, semua kegiatan manusia sudah terhubung atau minimal bersentuhan dengan teknologi. Hampir bisa dipastikan setiap individu dalam rutinitas kesehariannya lebih banyak menghabiskan waktu untuk memeriksa gawai, bermain, menonton film, atau sekadar mencari informasi di internet dan melihat perkembangan dunia melalui media sosial. 

Dalam ranah hukum, perkembangan teknologi dan hadirnya media sosial ikut menjadi bagian yang perlu untuk diperhatikan. Selain maraknya tindakan kriminal, pelanggaran hukum yang sebelumnya lebih banyak dalam bentuk tindakan atau ucapan, berubah menjadi tulisan seiring berkembangnya teknologi dan hadirnya media sosial.

Banyak orang yang merasa bebas untuk mengekspresikan diri dengan menulis komentar atau pendapat di media sosial. Media sosial seakan menjadi dunia tersendiri bagi mereka. 

Rasa bebas ini kemudian membuat banyak orang orang lupa bahwa mereka hidup di dunia, di mana aturan hukum, etika, dan segala ucapan, tindakan, maupun tulisan memiliki konsekuensi terhadap diri mereka. 

Kebanyakan orang menganggap bahwa dunia media sosial adalah dunia lain. Tempat di mana mereka bisa bebas berpendapat, menyatakan pikirannya, bahkan membuat pernyataan yang sebetulnya tidak elok atau tidak tepat tanpa memperhitungkan bahwa tindakannya bisa merusak hubungan atau memprovokasi orang lain. 

Sejak media sosial hadir, pemerintah berusaha mencegah agar wadah baru ini tidak menjadi wadah yang bisa menjadi tempat orang bertengkar, berbohong, menghina, dan menghasut.  Kehadiran Undang-undang ITE sebetulnya merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kekacauan di media sosial. Meski UU ini memang perlu untuk diperbaiki dan terus disempurnakan. 

Pemberitaan kerap kali mengabarkan banyak sekali kasus hukum terkait dengan pencemaran nama baik, hinaan, hasutan, ataupun penghinaan, bahkan ancaman terhadap orang lain dilakukan di media sosial menggunakan bahasa yang provokatif. 

Buku Panduan Diseminasi Hasil Kajian Tematik dan NSPK Layanan Bahasa dan Hukum. Sumber Gambar: Dok. Pribadi. 
Buku Panduan Diseminasi Hasil Kajian Tematik dan NSPK Layanan Bahasa dan Hukum. Sumber Gambar: Dok. Pribadi. 

Berbeda dengan obrolan atau percakapan yang dilakukan secara langsung atau bersemuka, di mana kita bisa mengetahui ekspresi lawan bicara apakah ia bergurau atau serius, tulisan yang ditulis bisa menimbulkan kesalahpahaman jika dibaca oleh orang lain dalam kondisi emosionalnya sedang terganggu. 

Meski kosakata atau diksi bahasa yang kita gunakan dalam tulisan tidak kasar atau masih dalam batas wajar, bisa jadi orang yang melihat atau membaca tulisan status media sosial tersebut dalam kondisi sedang pusing akan merasa tulisan itu seakan memojokkan atau menyindir dirinya. Sehingga pertikaian pun bisa terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun