Kali ini saya membantu institusi yang sedikit ada warna militernya. Awal-awal rapat dan diskusi tetang konten reformasi yang bisa dilakukan di institusi tersebut ok-ok saja. Belakangan saya mulai mengerenyitkan dahi.
Betapa tidak, sering sekali (bahkan hampir setiap akan bicara) para staf sering memulainya dengan kata mohon ijin atau siap. Apapun kalimatnya! He..he….
Dalam rapat, jika ada anggota rapat (biasanya staf) yang akan memberikan pendapatnya, selalu diawali dengan dua suku kata, mohon ijin. Lama kelamaan bukan hanya mau menyampaikan pendapat saja kalimat mohon ijin ini digunakan. Apapun kalimat terusannya hampir pasti diawali dengan mohon ijin, padahal sering ga nyambung dengan kalimat berikutnya.
Lain lagi nasibnya dengan kata Siap. Jika staf menerima arahan dari atasannya, kata siap bisa lantang dikumandangkan. Itu masih ok lah yaw,…….belakangan, jika staf bahkan hanya mendengarkanpun, bolak balik dia bilang siap…..lama-lama saya yang bingung……he..he…..
Kebingungan saya tentu saja karena tidak sinkronnya kalimat membuat kuping saya aneh mendengarnya. Belakangan hati saya mulai protes sambil tertawa……bukan saja aneh kedengarannya, tapi emang ga cocok dengan Ejaan Yang disempurnakan alias EYD!.
Komunikasi via smspun diawali dengan kalimat Mohon Ijin.
:”Mohon ijin bu, besok hari Rabu pukul 10.00 akan diadakan rapat. Mohon perkenan Ibu untuk hadir pada rapat tersebut”
Saya jawab via sms juga: “Pukul 9 saya sudah konform untuk rapat yang satunya, dan pukul 11 saya konform untuk rapat yang lain juga. Bentrok kah?” Kebetulan dua rapat yang saya sebutkan memang di kantor yang sama.
:”Mohon ijin bu, kalau begitu kebetulan, nanti kami sailing menyesuaikan”.
:”Ok. Pukul 9 saya akan datang. BTW apakah memo ke Menteri sudah dikirim?”
:”Mohon ijin Bu…………dst”
Pokoknya kalimat mohon ijin mesti dateng duluan deh…….
Lain lagi saat saya visit ke lapangan. Kerja lapangan saya ke Medan full ditemani supir yang juga bertugas sebagai staf institusi tersebut. Ternyata dia juga menggunakan kata dan kalimat yang sama dalam setiap pembicaraannya.
Rapat dan diskusi waktu itu agak memakan waktu sehingga baru selesai sekitar pukul 14.00. Ketika kembali ke mobil, saya betanya kepada supir saya yang mengantar dan menunggu saya:
”sudah makan Pak?” pertanyaan saya dilengkapi dengan kekhawatiran dan rasa bersalah membayangkan dia belum makan karena menunggu saya padahal sudah sebegini siang.
Dengan lantang dia menjawab:”Siap bu”
Saya mengulang pertanyaan saya karena belum ngerti dengan jawabannya:”sudah makan siang Pak?”
Dia tetap menjawab:”siap bu”
Beneran penasaran deh….dia itu sudah makan siang apa belum sih…..kek..kek…….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H