Mohon tunggu...
Felgi KikoFananta
Felgi KikoFananta Mohon Tunggu... Akuntan - Accountant - Tax Consultant

Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Mata Kuliah Prof. Dr. Apollo (Daito): Penerapan Pajak Atas Transaksi Elektronik

19 Mei 2020   21:59 Diperbarui: 19 Mei 2020   22:32 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Twitter @DDTCNews

Yang menjadi masalah, adalah pertimbangan masing-masing negara berbeda dan agak sulit untuk memaksakan kesepakatan. Melangkah dari pesimisme tersebut, negara-negara pun secara sepihak menerapkan aturan domestic untuk memungut PPh atas transaksi digital. Seraya menunggu rampungnya konsensus pajak internasional terkait transaksi digital, tidak ada salahnya bagi Indonesia untuk menerapkan aksi unilateral dalam penetapan PPN dan PPh atas transaksi melalui sistem elektronik. Selanjutnya tinggal merevisi peraturan perpajakan apabila ada klausula yang bertentangan dengan konsensus global yang hendak dicapai nantinya. Implementasi konsensus tersebut nantinya akan menghadapi tantangan dari keengganan Amerika Serikat untuk ikut sepakat, karena ada perseteruan antara ekportir dan importir jasa digital.

Tantangan Perpajakan dari Ekonomi Digital

Ada beberapa bahasan isu dan permasalahan dalam laporan OECD BEPS Action 1 yang secara umum dapat dikategorikan menjadi dua hal: Direct Tax (PPh) dan Indirect Tax (PPN). Masalah ini timbul karena adanya upaya perusahaan multinasional untuk memiliki kehadiran ekonomi signifikan secara digital pada suatu negara tanpa disertai kewajiban pajak. Adanya atribusi nilai (laba atau beban) yang ternyatakan akibat data lokasi pemasaran relevan melalui penggunaan produk dan jasa digital.

Skema Base Erosion dan Profit Shifting yang dilakukan oleh perusahaan multinasional saat ini dalam konteks direct taxation menurut OECD BEPS Action 1  mencakup 4 unsur:

  • Minimalisasi pajak di negara pasar dengan menghindari kehadiran wajib pajak. Dalam hal ini, laba kotor digeser (laba bersih dikurangi) dengan memaksimalkan pengurangan laba pada tingkat pemberi penghasilan.
  • Pengenaan PPh yang kecil atau nol sama sekali di negara asal
  • Pengenaan pajak yang rendah atau nol sama sekali pada tingkat penerima pendapatan melalui klaim pada pendapatan non rutin substansial yang seringkali dibentuk melalui skema intra grup
  • Tidak terdapat current taxation dari keuntungan perusahaan atas tariff pajak yang rendah di tingkat ultimate parent company

Skema penghindaran tersebuy di atas melibatkan 3 elemen penting yaitu status Badan Usaha Tetap, adanya Controlled Foreign Company, dan transaksi transfer pricing. BErbagai model bisnis baru dalam ranah digital ekonomi dan lambatnya respon pemerintah atas perkembangan ini memungkinkan timbul celah yang dapat dimanfaatkan perusahaan ekonomi digital.

Tantangan dalam pemungutan PPN tidak jauh berbeda. Transaksi digital yang memungkinkan adanya arus barang atau barang tanpa bentuk melintasi batas negara, di mana Indonesia menganut PPN itu diterapkan dengan destination principle sehingga memperkecil rugi potensial penerimaan negara karena penggunaan teknologi dalam cross-border  transaction. Terkadang pengenaan PPN atau pengelitan PPN ini menjadi sarana untuk mempertajam persaingan antar pelaku usaha. Katakanlah, pedagang yang menjual melalui media sosial lebih memungkinkan untuk meniadakan PPN daripada pedagang yang menjual melalui marketplace sehingga dapat menjual lebih murah. Namun, pada waktu yang sama, risiko bertransaksi di luar marketplace juga besar karena marak penipuan. PR utama pemerintah terkait penerapan PPN atas transaksi digital ini haruslah meliputi insentif dan punishment atas kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang mencakup seluruh ranah digital, bukan saja Penyedia Perdagangan Sistem Elektronik, juga edukasi tanpa henti kepada segenap pelaku usaha yang terlibat di dunia ekonomi digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun