Mohon tunggu...
EGA JULAEHA JULAEHA
EGA JULAEHA JULAEHA Mohon Tunggu... -

ketika bercermin, mendapati dirinya sedang tersenyum. mensyukurikah? semoga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reportase Sarasehan Cak Nun di KPK

15 Oktober 2012   08:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini diposting di http://www.caknun.com/2012/reportase-sarasehan-kpk/    http://kenduricinta.com/v2/?p=1849 Kamis, 11 Oktober 2012 KPK mengadakan acara sarasehan khusus untuk internal pegawai KPK. Emha Ainun Nadjib (akrab disapa Cak Nun) dan Muhammad Sobary hadir sebagai pemberi tausyiah. Acara berlangsung dari pukul sepuluh hingga ba’da Dzuhur. Acara diawali pembukaan oleh bapak Johan Budi, selaku Humas KPK. Johan Budi menyampaikan bahwa situasi yang terjadi saat ini yang menimpa KPK jangan sampai melemahkan semangat untuk terus bekerja dengan baik. KPK diharapkan tetap bekerja keras dan solid, karena kesolidan adalah benteng yang paling kuat untuk membentengi serangan-serangan dari luar seperti yang terjadi pada saat ini. Kang Sobary, sebagai pembicara pertama, menyampaikan materinya melalui beberapa slide. Menurutnya, KPK adalah representasi dari aspirasi civil society. “Rakyat marah kepada penegak hukum yang sudah dilimpahi dan diberi kewenangan oleh rakyat, tetapi mereka tidak menegakkan. Terpaksa, rakyat sebagai pemberi mandat membentuk sendiri lembaga penegak hukum. Itu lah KPK. KPK adalah wujud dari kedaulatan rakyat, harus berisi orang-orang yang berdaulat, mandiri.” “KPK hadir di zaman edan. Zaman di mana eksistensi manusia sangat tergantung pada materi, “pemilikan” menjadi hasrat utama. Hidup merupakan pertarungan antara dua modus: “memiliki” dan “menjadi”. Dan hingga hari ini, pertarungan modus itu terus berlangsung.” “Zaman edan di era Ronggo Warsito menggambarkan manusia itu lemah, cengeng. Jiwanya lemah. Identitas dirinya bukan watak, sikap dan perilaku yang merujuk nilai-nilai, tetapi rasa cemas, takut: takut lapar, miskin, takut tak punya. karena merasa lemah, untuk menopang jiwanya agar kuat yaitu dengan cara memiliki. Hasrat memiliki menjadi berlebih-lebihan, serakah.” “KPK, sebagai penegak hukum yang berdaulat, harus diisi oleh orang-orang yang berwatah teguh, tegas, konsisten, istiqomah.” Cak Nun, selaku pembicara selanjutnya, menyampaikan bahwa materi yang akan dia hadirkan saat ini adalah berdasarkan briefing khusus dari pak Busro Muqodas. “Pekerjaan yang paling sulit di dunia ini adalah disuruh mengejar maling, kerjasamanya dengan perampok. Orang yang mau mengerjakan pekerjaan ini adalah orang yang pemberani dan bermental baja, atau orang yang tidak tahu-tahu amat (sedikit tahu) bahwa temannya adalah perampok.” Cak Nun menyampaikan bahwa penduduk Indonesia saat ini umur rata-ratanya berada di umur 27,5 tahun. Titik tengah dari umur bayi dan yang tertua. Artinya, negara ini ditentukan oleh anak-anak muda di umur ini. “Jadi kalau anda semua yang berada di umur ini gagal, sejak sekarang saya akan siap-siap bahwa negara ini tidak akan terselamatkan. maka saya sangat optimis karena KPK di isi oleh pegawai-pegawai di umur ini.” Selanjutnya, Cak Nun menyampaikan tentang makna mendalam dari lafadz Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu. Menurutnya, ucapan ini justru lebih wajib diucapkan kepada umat selain islam. Assalamualaikum adalah janji, suatu tawaran sosial yang mengukuhkan bahwa segala sesuatu omongan, prilaku, keputusan (undang-undang, peraturan, kebijakan) kita membawa kepada keselamatan. Tingkat kesolehan umat muslim. “Semakin soleh seseorang, semakin rendah mudaratnya. Semakin tinggi mudaratnya semakin rendah kesolehannya. kesolehan itu sesuatu yang diregulasi sedemikian rupa sehingga tingkat kemudaratannya kecil. Justru orang islam kepada orang yang bukan islam, menurut ajaran nabi, harus menjamin bahwa keberadaannya di suatu lingkungan harus menjamin keselamatan dan keamanan orang lain di sekitarnya. keselamatan atas: 1) Harta, 2) Martabat, dan 3) Nyawa.” “Asalamualaikum itu janji, maka mengucapkannya tidak wajib, dan ketika diucapkan, maka wajib menunaikan janji memberi keselamatan. Saya sarankan mulai sekarang tidak usah mengucapkan assalamualaikum, dari pada setiap harinya ingkar janji. Mending jadi orang kafir, ngga usah mengabdi sama tuhan, jadi dosanya ngga banyak. Dari pada tiap hari janjinya tidak dijalankan, dosanya berlipat-lipat. Sholat tiap hari, tapi ingkar janji terus. Kalau sudah ditangkap KPK, perginya pake peci, pake jilbab. Ciri munafik. Munafik itu menunda pertolongan Tuhan. Mending kafir dari pada munafik. Munafik itu double mengkhianati Tuhan.” “Tiap tahun naik haji, tapi naik hajinya bukan untuk Tuhan, tapi untuk kepentingan status sendiri. nyerobot sampai hajar aswad dengan menyikut dan menyingkirkan semua orang, naik haji untuk kepentingan pribadi, egosentris. Tidak ingin berkenalan bersalaman dengan siapapun di antara 100 ribu orang yang bersama-sama tawaf. kamu bukanlah orang-orang yang naik haji namun adalah orang-orang bernafsu yang termasuk 2,5 juta orang dari seluruh dunia yang umroh setiap tahun di mekah. Tuhan sakit hati. Dan setiap datang waktu naik haji, Tuhan pergi dari mekkah.” Cak Nun pun menegaskan bahwa dari pada bilang Assalamualaikum namun tetap nyolong, tetap menipu, tetap berpura-pura, dan seterusnya, lebih baik tidak usah mengucapkan assalamualaikum. Lafadz ini harus diucapkan dengan penuh kesadaran akan makna dan fungsinya. “Kalau kamu mau membangun negara indonesia yang bener, assalamualaikum saja cukup, ngga perlu Alquran. Janji satu sama lain berbuat baik, baik dalam pergaulan pribadi, komunitas, dan pergaulan kenegaraan, semua bersifat saling menyelamatkan.” Dengan kesadaran akan janji saling menyelamatkan antar manusia, institusi, atau antar apapun dalam kehidupan manusia, maka Assalamualaikum akan mengantarkan Rahmat menjadi Barokah. Lengkapnya, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu. Mentransformasikan rahmat menjadi barokah. Cak Nun menjelaskan bahwa rahmat dan barokah itu berbeda. Rahmat adalah segala sesuatu yang dikasih Tuhan secara random. Sedangkan barokah adalah rahmat yang di-manage oleh manusia menjadi kesejahteraan yang tertata. Negara ada dan dibentuk agar adanya transformasi dari rahmat menjadi barokah. “Orang bikin sistem, orang bikin ideologi, bikin perusahaan, apapun saja dalam bersosial di dalam kehidupan itu untuk mentransformasikan rahmat ke barokah. Setiap undang-undang lahir bukan untuk kepentingan sepihak, melainkan untuk memberi keselamatan kepada semua. Kenapa harus ada KPK? Karena rahmat (negara) ini diambil sendiri, oleh orang yang mendapat rahmat (pemerintah/penguasa). Rahmat dikuasai oleh rombongan monyet, habislah. KPK ini lahir untuk menyelamatkan rahmat indonesia ini.” Lalu, rahmat itu, contohnya apa? Rasa nikmat adalah rahmat. Hujan itu rahmat. Rahmat itu pemberian. “Uang curian untuk naik haji itu nikmat. Uang curian untuk melacur sama nikmatnya. Itu namanya rahmat, beda dengan barokah. Barokah itu sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang hatinya jiwanya pikirannya dan seluruh onderdil psikologisnya beserta gelombang dan ubun-ubun dan elektromagnetiknya itu sudah menjadi satu komprehensi, organisme jiwa raga sehingga kalau di dalam rahmat kita butuh duit banyak untuk nikmat, kalau di dalam barokah itu bukan banyaknya yang menentukan nikmat.” “Ada orang yang hidupnya sehari 10-20 ribu, 100-200rb, 1juta-2juta, bahkan milyaran triliunan. Orang yang hidupnya triliunan apa bisa menikmati uang 100rb? Begitu pula sebaliknya, tukang becak tersiksa dengan uang milyaran. Untuk tukang becak, uang 10rb nikmatnya lebih tinggi dari uang miliyarannya Tomy Winata. Itu barokah. Jadi barokah itu bukan ditentukan oleh jumlah deposit, kaya atau tidak, terkenal atau tidak, tapi adanya ketepatan koordinat atau tidak terhadap kebahagiaanmu. Jadi bukan ganteng atau tidak gantengnya suami yang menentukan kebahagiaanmu. Tidak istri yang cantik atau tidak cantik yang menentukan kebahagiaanmu. Kalau rahmat, pokoknya irungnya bangir dikit, itu ayu. Nyari bojo ojo sing ayu, dikerubungi semut. Doanya Sunan Kali Jaga “Allohumma tukno Allahumma tekno”. Ya Allah saya ngga kaya tidak apa-apa, cuma kalo pas butuh mbok ya nolong. Saya kehabisan tidak apa-apa, asal pas anak saya butuh makan ono. Itu barokah. Orang cari rahmat, padahal rahmat itu bukan milik manusia.  Rahmat itu amanat di tangan manusia untuk diolah menjadi barokah. Itulah maksud Assalamuailaikum Warohmatullahiwabarokatu.” Cak Nun menegaskan, Assalamuailaikum Warohmatullahiwabarokatu, bukan wabarokatu warohmatullahi. Jangan terbalik. Allah tidak menyusun ayatnya sembarangan. Allah menyimpan ilmu pada setiap urutan kata perkata. “Sama seperti penyebutan Bismillahirahmannirahim, bukan Bismillahirahimnirahman. Karena cinta yang luas dulu baru cinta yang mendalam. Berdoa untuk bangsa dulu baru untuk keluargamu. Rahman itu mulutnya melebar (pengucapannya), rahman adalah cinta kasih yang meluas. Rahim (pengucapannya) menutup mulutnya dan mendalam, berarti garisnya meninggi. Maka rahman dulu baru rahim. Untuk rakyat dulu baru untuk dirimu sendiri. Konsentrasi Nabi Muhammad bukan dirinya, tapi umatnya. Dalam istilah Jawa, Manunggaling Kawula lan Gusti. Artinya menyatunya Kawula (people), dan Gusti (raja). Saya menafsirkan agak berbeda, Kalau dirimu itu presiden, maka di dalam dirimu itu terjadi Manunggaling Kawula lan Gusti. Jadi rakyat dan Tuhanmu menyatu di dalam hatimu. Kamu tidak boleh menyakiti rakyatmu karena Tuhan akan menderita, kamu tidak boleh mengkhianati Tuhanmu karena rakyat akan menderita. Jadi Tuhan dan rakyat identik di dalam hatimu. Itu namanya Manunggaling Kawula Gusti.” Bahasan selanjutnya yang Cak Nun angkat berdasarkan briefing pak Busyro Muqoddas tentang motivasi. Menelusuri kembali apa yang menjadi motivasi para pegawai KPK tetap nekat menjadi pegawai KPK di tengah hamburan peluru yang bersiap menyerang mereka kapan saja. “Anda memilih menjadi pegawai KPK karena anda mempunyai motivasi luar biasa terhadap hidup anda. Cuma motivasi ini harus dicari dan dikenali pelan-pelan. Pak Busyro tadi menyampaikan kepada saya, Kamu loyalnya pada siapa? Pada atasan, institusi, atau pemerintah? Menurut pak Busyro, loyalitas yang paling benar adalah loyalitas kepada kebenaran.” “Mohon maaf yang bukan Islam, tolong ambil universalnya aja. Dalam Islam, tercantum dalam Al Quran, Ati Ullah, Waati Rasul, Waulil Amri Minkum. Ada tiga pihak yang dianjurkan untuk ditaati. Tuhan, Rasulullah, dan Ulil Amri. Nah Ulil Amri ini tentantive. Bisa pemerintah, bisa ulama, pokoknya kepemimpinan dalam Islam. Tolong perhatikan, Ati Ullah, taatlah kepada allah. Waati Rasul, taatlah kepada rasul. Dan Waulil Amri Nikum. Yang ketiga ini tanpa kata atiul, cuma dan gitu tok.” “Jadi sekarang ketika anda masuk KPK, anda taatnya pada siapa? Kebenaran? Untuk apa kebenaran ditaati? Emang siapa kebenaran? Apa dasarnya kebenaran? Saya taatnya kepada Tuhan. Kalau tidak ada Tuhan, ngapain saya berbuat baik, ngapain saya tidak mencuri? Ngapain saya ngga ngebunuh? Ngga ada resikonya kan kalau ngga ada Tuhan. Kalau cuma taat kepada kebenaran, dan nilai kebenaran itu ciptaan manusia, ngapain saya taati? Segala sesuatu yang hanya di tangan manusia tidak akan saya taati, orang tua saya bahkan tidak akan saya taati. Saya taat kepada ibu saya, bapak saya, guru saya, Itu bentuk dari ketaatan dan cinta saya kepada Tuhan. Bukan taat kepada ibu “herself”, bapak “himself”. Itu adalah aplikasi ketaatan saya kepada tuhan, maka saya taat kepada guru saya, hormat kepada bapak ibu saya, rakyat saya, itu aplikasi karena ada hulunya. Hulunya adalah Tuhan.” “Untuk apa saya bayar pajak ke negara kalau tidak berdasarkan rasa syukur saya kepada Tuhan? Wong negara tidak memenuhi kewajibannya kepada rakyat. Kalau motivasinya horisontal saja tidak akan kuat. Kalau dalam agama motivasi itu niat. Niat awal.” Cak Nun kemudian menceritakan kisah tentang seorang nenek yang selama hidupnya dengan tekun memungut dedaunan di halaman masjid satu per-satu hanya dengan menggunakan penjepit di tangannya. Kemudian seorang kyai menegurnya: “Nek, mbok disapu saja biar cepat”. Si nenek diam saja sambil tersenyum. Jauh hari ketika nenek itu telah meninggal, akhirnya terkuak kenapa nenek itu memilih memungut dedaunan satu per-satu dari pada menyapunya. Memungut satu per-satu daun itu ternyata cara nenek untuk selalu menyebut nama Allah di setiap pungutannya. Jadi tidak ada urusannya antara cepat bersih atau tidak. Niat awalnya jelas. “Kalau dilihat dari kaca mata umum, jelas perilaku nenek ini aneh. Kenapa mengambil sampah daun pakai tangannya satu per-satu? Begitu juga kita melihat pegawai KPK itu sebagai orang aneh, ngapain mau masuk KPK? Ya tapi kan pegawai KPK punya niat seperti ibu itu. Ya kalau anda kehilangan niat itu, kehilangan keyakinan terhadap apa yang sedang menjadi motivasi anda masuk sini, harus ditelusuri”. Menurut Cak Nun, motivasi itu ada dua, motivasi materi dan movitasi nilai/ruh. Tentang motivasi ini, kemudian beliau menceritakan pengalamannya bersama 27 orang rombongan KiaiKanjeng ketika keliling Mesir dan naik ke gunung Jabal Musa. Gunung Jabal Musa terdiri dari tiga gunung yang jalanannya curam dan memerlukan waktu 6 jam untuk sampai puncak. Di antara rombongan yang banyak itu, beberapa menyelesaikan sampai puncak gunung dengan cepat, beberapa sangat lambat, dan beberapa berhenti di tengah jalan. Semuanya tergantung motivasi masing-masing yang tidak sama satu dengan lainnya. Hampir mustahil sebenarnya untuk bisa sampai atas melihat kondisi fisik rombongan yang sudah tidak muda lagi. Cak Nun sendiri termasuk yang terakhir sampai puncak, itu dikarenakan motivasinya tidak besar, cuma mengandalkan rasa malu kalau ngga ikutan naik. Bobiet sang keyboardist Kiai Kanjeng yang tercatat sebagai nomor satu yang sampai di puncak. Kemudian di urutan ke-2 Novia Kolopaking. Modalnya motivasi ingin menikmati view dari atas gunung. Mengabadikannya lewat kamera yang dibawanya. Menikmati dengan caranya sendiri. Di urutan ke-3 ada Pakde Nuri (almarhum, red), sesepuh di antara rombongan, dengan modal motivasi ingin menunjukkan kepada yang lebih muda tentang semangat yang masih membara di usia senja. Tercatat ustadz Wijayanto. Satu dari rombongan yang menyerah di gunung kedua, itu pun dari awal perjalanan menggunakan jasa Onta. Dia minim motivasi sehingga mudah saja menyerah sebelum berusaha. “Orang yang tidak terlatih di gunung pertama dan kedua, tidak akan kuat naik ke gunung ketiga. Jadi kalau anda (pegawai KPK) tidak lulus di dua gunung ini (di KPK), Indonesia tidak akan sembuh, tidak akan bangkit. Cari motivasimu sendiri-sendiri untuk betah berada di KPK dan untuk meneruskan perjuangan.” Dan, sang juara satu itu, Bobiet, siapa sangka ternyata motivasi yang membawanya cepat sampai atas adalah karena hobinya mengumpulkan batu akik. Dibawanya alat pendeteksi batu, mencarinya dengan seru, sehingga mengantarkannya sampai di puncak gunung lebih cepat dari rombongan lainnya. Bukan. Motivasinya bukan sampai di puncak gunung. Dari situ, kita tahu bahwa ke-khusuk-annya setiap orang berbeda. Pencapaiannya juga berbeda. “Jangan disangka kiai atau ustadz yang paling cepat masuk surga. Tidak. Tergantung Anda mampu tidak menemukan titik koordinat yang paling compatible dengan jiwa Anda untuk menjadi motivasi menjalankan tugas Anda. Setiap orang punya motivasinya sendiri-sendiri. Sederhana kok.” “KPK itu kan tugas utamanya menjadi pemain pengganti. Ini ada kesebelasan lho kok strikernya malah nendang bola ke belakang. Akhirnya ditambah pemain, namanya KPK, makanya termasuk salah satu lembaga Ad-Hoc dari sekian banyak lembaga Ad-Hoc. Masalahnya mungkin adalah biasanya dalam sepakbola pemain yang ngga bener itu di ganti. Yang diganti keluar yang menggantikan masuk. Nah ini tidak, yang diganti tetap di situ. Akhirnya bertengkar. KPK pinginnya nendang bola ke gawang lawan, Kapolri inginnya nendang ke belakang (gawang sendiri).” “Dari dalam diri anda (pegawai KPK) mulai hari ini, harus ada energi besar yang bukan milik anda namun milik Dia, pokoknya mulai besok Anda harus punya kekuatan yang tidak bisa dilawan selain oleh Allah. Dan ada titik pengaman yang tidak bisa diganggu oleh siapapun, yang mesti kita cari.” Masuk sesi tanya jawab, ada pertanyaan dari pegawai KPK tentang apa maksudnya Cak Nun dengan pernyataan berani tapi jangan terlalu berani. Apakah terlalu berani itu akan menghentikan kita kepada sensitivitas? Karena yang terjadi dengan orang-orang yang menangani kasus simulator SIM itu urat takutnya sudah putus semua. Mereka berani ambil resiko. “Maksudnya terlalu berani yang saya maksud itu adalah ketepatan. Kan semuanya terukur. Saya peribadi itu tidak ada urusan sama berani atau takut. Ayam berkokok bukan berarti karena dia berani berkokok. Ayam tidak berkokok bukan berarti dia takut untuk berkokok. Artinya kita harus bisa membiasakan diri untuk tepat. Saya kira di KPK apapun dihitung semuanya. Sehingga titik dan koordinatnya tepat. Terlalu berani maksudnya ketika dia lebih jauh 1 centimeter dari yang seharusnya. Jadi ketepatan itu harus kita uji setiap hari. makanya Sholat itu untuk melatih ketepatan. Kalau anda Sholat tepat waktu gerakannya rutin terus, seluruh metabolisme jiwa raga anda akan terlatih dan menyatu dengan ketepatan sunahnya Tuhan. Sehingga ketika anda tidak tepat, Tuhan akan membikin jadi tepat.” “Wiridan itu menciptakan irama sunah Tuhan dalam diri anda. Misalkan, kok berani? Ya wirid kan bertingkat-tingkat. Anda pikir ada orang sakti di dunia? Anda pikir Nabi Musa bisa membelah laut dengan tongkat? Itu dia cuma disuruh Tuhan. Ya Musa, pukulkan tongkat itu di tengah laut. Gitu tok. Terus orang menyimpulkan Nabi Musa sakti? Jare sopo? Yang sakti yang nyuruh. Kalau ngga percaya coba waktu sore Musa disuruh lagi untuk begitu, ya ngga bisa. Jadi tidak ada nabi yang punya mukjijat. Mukjizat punyanya Tuhan yang dipinjamkan ke Nabi-nabi dengan waktu yang sebentar.” “Bahkan ketika anda (KPK) dimintai tolong oleh rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi itu berarti anda sedang dipinjami mukjizat oleh Allah.” “Anda tidak punya kemampuan untuk membelah, anda tidak punya kemampuan utnuk memberantas korupsi, tapi ketika anda melakukan perintah rakyat yang sesuai dengan perintah Allah, maka Allah yang akan membelah laut. Terjang terus itu Simulator SIM. Tapi ya kelakuannya Nabi Musa yang lain juga ditiru. Artinya dia mau kehilangan jabatan di keraton, dia siap dibuang sebagai anak angkatnya Firaun, dia mau kehilangan dunia. Dia mau kehilangan segala macem untuk kebenaran yang diamanatkan ke dia. Kalau perlu berantem, ada resiko berantem. Resiko diantemi, diteror, bisa aja. Dan Nabi Musa mengambil resiko itu. Jangan dipikir KPK bekerja sendirian. Allah bekerja untuk Anda. AKU berlaku berdasarkan prasangkaan hambaku. Kalau KPK beranggapan AKU melindungi mereka, AKU akan melindungi mereka.” “Pekerjaan KPK itu bukan pekerjaan orang normal. Tugas ekstra. Kalau orang normal ngga akan berani kerja di KPK. KPK merupakan tugas wong edan. Wong edan kok berfikir normal. Jangan ragu-ragu terhadap amanat Allah yang Anda yakini benar. Dan Anda di KPK ini amanat bukan hanya dari amanat rakyat tapi juga amanat Allah. Anda harus mantap, apapun yang terjadi, Allah melindungi Anda.”

Di penghujung acara, Cak Nun dengan guyon dan atraktif memberi wejangan kepada pegawai KPK tentang cara menaklukkan lawan. “Menaklukan macan ada beberapa tingkat. Pertama, pakai tenaga, skemanya berantem. Macan Anda taklukan, macan akan nurut. Kedua, pakai ilmu. Macan ditipu, diracun. Ketiga, ilmu pawang. Kalau pawang ketemu macan, macannya diam. Tidak perlu melakukan apapun macan nurut. Anda harus punya ilmu yang ketiga". – (Red KC – Ega Julaeha)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun