Mohon tunggu...
Egen Dhadhu
Egen Dhadhu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Filsafat

Saya Egen Dhadhu. Hobi saya ialah menulis. Besar harapan agar melalui media ini, saya bisa menyalurkan seluruh hobi saya ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maria Bebas Dari Segala Dosa

8 Oktober 2024   06:49 Diperbarui: 8 Oktober 2024   06:54 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1.Maria Bebas dari Dosa Pribadi Konsili 

Trente sebagai ajaran resmi dan tradisional Gereja menyatakan bahwa berkat karunia istimewa yang Maria terima dari Allah, ia seumur hidup bebas dari segala dosa, termasuk dosa ringan. Ajaran itu kemudian diulang oleh P. Pius IX pada 1854. Dengan cara negatif, ini menyatakan bahwa Maria sebagai ibu Yesus, secara dasariah adalah amat suci atau amat kudus seumur hidupnya.Relasi personal antara Allah dan Maria yang telah dibangun melalui kedatangan malaikat Tuhan, tidak pernah terganggu sedikit pun. Maria selalu dan dengan sebulat hati menerima tawaran diri Allah. Ini kemudian menjadikannya amat suci menurut pandangan orang-orang ini. 

Meskipun para pujangga Gereja dalam konsili dan pandangannya mengakui bahwa Maria "suci" secara luar biasa, namun mereka tidak semua meluputkannya dari dosa pribadi. Gregorius, uskup Nissa, misalnya berpendapat bahwa menurut Luk 2:34-35 Maria menjadi goncang dan ragu-ragu dalam imannya. Pendapat itu sudah dikemukakan oleh Origenes (+ tahun 254) dan terulang oleh Basilius ( tahun 379) dan beberapa pujangga Gereja lain. Juga Luk 2:48; Mat 12:46-50; Yoh 2:1-10 bagi beberapa pujangga Gereja (Tertullianus, Ireneus dll.) menjadi alasan untuk berpendapat bahwa Maria tidak terluput dari dosa (ringan). 

Kendatipun demikian, masih ada beberapa pujangga Gereja yang menyatakan bahwa Maria seluruhnya bebas dari dosa pribadi.Ambrosius, uskup Milano ( tahun 397) dan Augustinus, uskup Hippo ( tahun 430) misalnya, mendukung pandangan ini dengan beberapa pertimabanga sebagai berikut: Dosa, meski dosa "kecil" sekali pun tidak cocok dengan "Bunda Allah". Dosa dalam akibatnya menjadi halangan untuk sepenuh penuhnya menyerahkan diri kepada Allah dan kasih-Nya. Tetapi Maria, menurut kesaksian Alkitab, sebulat-bulatnya merelakan diri untuk menjadi ibu Yesus, Anak Allah, tidak hanya seketika, tetapi terus-menerus sampai akhir hidupnya. 

Penyerahan total macam itu dikurangi oleh dosa, entah sebelum entah sesudah Maria menjadi ibu Yesus. Pandangan ini menyimpulkan bahwa sejak disucikan dalam rahim ibunya, Maria memang bebas dari segala dosa. Pendirian tradisional itu tidak diteruskan oleh para pemikir (dan umat) di kalangan Reformasi. Mereka yakin bahwa gambaran Maria yang disajikan Perjanjian Baru tidak membenarkan tradisi kuno itu. Sebaliknya tradisi itu berlawanan dengan penegasan Alkitab (seperti misalnya I Yoh 1:8). Maka dihidupkan kembali apa yang dikatakan sementara pujangga Gereja pada abad III-IV. Maria tentunya seorang manusia suci dan model kesucian Kristen, namun ia pun seorang berdosa yang terus-menerus mesti bertobat. Janganlah keistimewaan Kristus dipindahkan kepada Maria. Maria, sama seperti manusia lain, "simul iustus et peccator" (serentak suci dan tidak suci).

 2. Maria Bebas dari Dosa Asal 

Dogma tentang kebebasan Maria dari dosa asal yang didefinisikan oleh Paus Pius IX pada tahun 1854, dapat kita mengerti dalam konteks lebih luas yaitu kekudusan Maria seumur hidup. Mendalami pandangan ini, hal pertama yang perlu kita ketahui ialah mengenai inti ajaran dosa asal. Dalam arti luar dosa asal berarti umat manusia yang sejak awal mulai mencurigai Allah, tidak percaya(bahwa Ia merupakan sumber hidup dan kebahagiaan yang dapat diandalkan). Oleh karena ketidakpercayaan ini, manusia kemudian hidup dalam ketakutan eksistensial, di mana setiap orang merasa bahwa hidupnya tidak terjamin dan sebagai akibat ia harus berusaha untuk menjamin hidup itu dengan membela diri terhadap sesama. 

Ketakutan eksistensial ini kemudian melahirkan sekap persaingan, kebencian, mencari kekayaan secara berlebihan, dan segala gangguan hidup sosial lainnya. Menyikapi semua ketakutan ini, Allah berusaha dalam rahmat-Nya, untuk membentuk suatu suasana sosial baru yang diwarnai oleh kepercayaan. Hal ini kemudian diusahakan Allah di dalam perjanjian dengan umat Israel. Terlepas dari semua kenyataan bahwa Israel sering jatuh dan tidak percaya, namun tetap ada suatu inti bahwa semakin bertumbuhnya kepercayaan mereka akan Allah dan bahwa Rahmat Allah tidak sia-sia atas mereka. Bahwa Allah berhasil dengan rahmat-Nya dan akhirnya membentuk lingkungan sosial yang di dalamnya Maria bisa tumbuh dalam kepercayaan murni yang kini kita imani dalam dogma mengenai Maria yang terkandung tanpa noda dosa asal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun