Trend gaya hidup halal telah menjadi gaya hidup baru hampir di seluruh dunia. Hal itu tentunya menjadikan  pangsa pasarnya semakin luas dan menjadi suatu kesempatan bisnis yang menjanjikan. Salah satu sektor yang menjadi titik fokus pengembangannya di Indonesia adalah terkait halal fashion (busana muslim seperti jilbab atau hijab dan lain-lain).Â
Namun sangat disayangkan banyak masyarakat yang justru lebih mengutamakan dari sisi "gayanya". Padahal yang seharusnya lebih diutamakan adalah unsur "kehalalannya", dimana kehalalan yang dimaksud adalah lebih ditekankan pada cara penggunaannya yang sesuai syariat Islam.Â
Begitu pun dari sisi produsen, bisa kita lihat berbagai merk atau brand (jilbab atau hijab), tidak sedikit yang masih mengutamakan hal yang sama dengan apa yang dipikirkan konsumennya.
Padahal sudah jelas Allah berfirman dalam Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 59:
"Hai para Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaknya mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tak diganggu dan Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh secara khusus dikaitkan dengan syarat-syarat lain, diantaranya: harus longgar dan tidak ketat, kainnya tidak tipis atau transparan, tidak boleh menyerupai pakaian wanita kafir, tidak mengandung wangi-wangian yang berlebihan dan lain sebagainya.
Meskipun sudah dijelaskan terkait syarat-syarat diatas, namun tetap saja muncul beribu macam alasan yang dilontarkan masyarakat. Inilah... itulah... dimana alasan-alasan yang dikatakan masyarakat sejatinya bisa lahir dari kebodohan atau ketidaktahuan, bahkan tidak jarang dari kepintaran yang terkontaminasi kecerdikan.
Karena jarak antara cerdik dan pintar memang tipis. Tipis sekali! Terkadang potensi "cerdik" dan "pintar" yang ada dalam diri kita saling bekerjasama, saling mengkontaminasi satu sama lain.
Semisal, ketika kita mengkonsumsi argumen tentang jilbab yang begitu banyak, biasanya potensi berkelit semakin tinggi. Sebab, tidak menutup kemungkinan, ilmu yang banyak justru membuat seseorang menemukan dalih untuk menolak.
Tingginya pengetahuan tentang berjilbab (dari fashion, psikologis, sosial) pun tidak lantas membuat seseorang mentaati cara berjilbab yang benar. Semua kembali kepada "ilmu tanpa iman yang kuat, justru akan menjadi cara setan untuk mengendarai nafsu kita".  _M.Akhyar Adnan_
Maka diperlukan introspeksi diri...
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!