ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations merupakan sebuah organisasi ekonomi regional yang menghimpun negara di kawasan Asia Tenggara, dengan mengemban tujuan menciptakan kesejahteraan bagi negara-negara tersebut. Sebagaimana organisasi internasional lainnya, ASEAN juga memiliki forum puncak yakni Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Konferensi tersebut rutin dilaksanakan setiap tahun di negara-negara anggotanya yang terpilih sebagai penerima keketuaan. Pada tahun 2023 ini, bertepatan dengan kali kelima keketuaan (chairmanship) KTT ASEAN dipegang oleh Indonesia. Kemudian, dengan tema yang diusung yakni "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth," Indonesia menggelar forum AFMGM (ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors) sebagai salah satu rangkaian dari konferensi, pada 31 Maret 2023 kemaren.
Apa Sih AFMGM Itu?
Sebelumnya, AFMGM (ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors) merupakan sebuah forum Menteri Keuangan bersama dengan Gubernur Bank sentral. Sehingga, AFMGM 2023 yang diselenggarakan di Bali ini pun dipimpin oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI bersama Perry Warjiyo selaku Gubernur BI (Bank Indonesia). Pertemuan AFMGM di tahun 2023 ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan secara langsung setelah beberapa kali melalui forum virtual.Â
AFMGM berbicara mengenai berbagai isu ekonomi dan keuangan baik menyangkut pencapaian, hambatan, solusi ataupun kebijakan yang harus dihadapi oleh negara-negara ASEAN. Capaian kestabilan ekonomi oleh ASEAN selama ketidakpastian dunia berlangsung, membuat kalimat Epicentrum of Growth dirasa cocok untuk dijadikan tema dalam konferensi kali ini. Sebagaimana forum-forum sebelumnya, banyak hal yang juga dibahas dalam AFMGM tahun ini, khususnya untuk tujuan Recovery Rebuilding, Digital Economy dan juga Sustainability ASEAN.
Apa Saja yang Dibahas dalam AFMGM?
Dalam forum, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pun sempat menyinggung mengenai capaian ASEAN di tahun 2010-2019. Di mana ASEAN telah merepresentasikan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat melalui 3% sumbangan terhadap PDB riil dunia yang diberikan secara konsisten oleh ASEAN. Tahun 2022 ASEAN diproyeksikan mampu menunjukkan kondisi pemulihan penuh dari jeratan pandemi Covid-19 di tahun 2020-2021. Di tahun yang baru ini pun, ASEAN terlihat menunjukkan prospek yang positif. Meski begitu, Sri Mulyani menegaskan kembali bahwa ASEAN harus tetap waspada dengan terus memperbaharui kebijakan-kebijakannya, sebab tantangan eksternal masih kerap bergejolak.
Tak hanya Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo juga menyebutkan bahwa ASEAN perlu mengkonsolidasi kebijakan moneter dan fiskal untuk menghadapi gejolak ekonomi yang ada. "Pembauran antara kebijakan moneter untuk suku bunga dan makroprudensial sangat diperlukan," ucap Perry Warjiyo. Selanjutnya, Gubernur BI ini juga berbicara mengenai dampak dari maksimalisasi penggunaan mata uang lokal dalam transaksi ekonomi. Penggunaan mata uang dalam negeri ini disinyalir mampu menjadi sarana untuk meminimalkan ketergantungan terhadap dollar Amerika. Dengan begitu, volatilitas mata uang pun dapat dikendalikan untuk tujuan memperkuat kestabilan eksternal ASEAN. Bukan hanya penggunaan mata uang lokal, pembayaran secara digital yang berlangsung lintas batas negara pun berperan kuat dalam pemulihan ekonomi ASEAN menurut Perry.
Pertemuan AFMGM juga mengangkat isu ekonomi terkait jatuhnya beberapa bank di Eropa dan juga Amerika seperti Silicon Valley Bank, Silvergate Bank, Credit Suisse dan lainnya. Kondisi tersebut membuat kewaspadaan ASEAN semakin meningkat, meski saat ini perhimpunan tersebut dinilai tengah menjadi "the bright spot" dunia. Oleh karena itu, dalam forum AFMGM ini negara-negara ASEAN telah menyepakati bersama beberapa langkah konkret untuk meningkatkan ketahanan dan stabilitas kawasan.
Pertama, negara-negara ASEAN sepakat untuk menjalin kerja sama menyangkut ketahanan pangan dan nutrisi. Hal tersebut merupakan hasil kolaborasi bersama badan-badan sektoral ASEAN, serta akan dimunculkan dalam deklarasi pemimpin negara ASEAN. Kemudian, forum juga melanjutkan diskusi mengenai ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance. Dalam hal ini, Indonesia mengusulkan pengadaan instrumen pendanaan hijau khusus untuk negara-negara ASEAN. Dengan mengingat bahwa isu deforestasi dan perubahan iklim global semakin merebak di dunia internasional saat ini.
Pertemuan AFMGM juga menyepakati perihal kebijakan suku bunga yang diarahkan untuk mengontrol inflasi inti. Sehingga, pembauran kebijakan yang meliputi kebijakan moneter dan fiskal, makroprudensial, serta reformasi struktural seperti yang disebutkan oleh Perry Warjiyo ini akan diinisiasi. Berikutnya, ASEAN juga menyepakati usulan Indonesia untuk membentuk gugus tugas yang mengimplementasikan Local Currency Transaction (LCT). Tak hanya itu, forum juga sepakat secara bersama untuk lebih mengefisienkan pembayaran lintas batas negara melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Ini melanjutkan MoU tentang penggunaan QRIS dan transaksi lokal yang sebelumnya telah ditandatangani pada presidensi G20 Indonesia. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Gubernur BI pula sebelumnya, bahwa betapa pentingnya local currency dan digital payment. Ia juga memproyeksikan bahwa konektivitas pembayaran lintas batas ASEAN di masa depan akan mencapai target 10 negara, dengan melalui proyek BIS (Bank for Internasional Settlement).
Dan yang tak tertinggal, pertemuan AFMGM ini pun membuat ASEAN sepakat untuk mengadakan pembahasan lebih lanjut terkait penanganan aset kripto. Gubernur BI menyebutkan bahwa ASEAN telah memiliki diskusi bersama Badan Pengawas dan Deputi FSB (Financial Stability Board) terkait penanganan dan pengawasan aset kripto. Terdapat tiga ruang utama yang akan menjadi fokus ASEAN dalam hal tersebut. Tiga ruang tersebut di antaranya adalah mengenai berbagai kegiatan ASEAN yang akan berada di bawah aset kripto, berbagai risiko yang terdapat di dalam kripto, serta peraturan seperti apa yang harus diterapkan terkait aset tersebut.