Roy membuka gorden yang menutupi jendela kamar tempat tinggalnya. Perasaannya senang, melihat hari dengan cuaca yang cerah. Burung kenari yang bertengger di pohon samping kamarnya juga bersiul dengan ceria.Â
"Hari yang baru, aku harus tetap semangat. Walau nanti aku hanya mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja." Ucapnya untuk menyemangati diri sendiri.
Dia dulu adalah anak laki-laki yang rajin dan pandai, hingga akhirnya dia tumbuh menjadi pria yang tetap rajin. Mengeluh pernah-pernah saja karena kelelahan, tapi hidup masih berjalan, dan dia harus tetap memenuhi kewajibannya sebagai kakak tertua serta anak yang berbakti.Â
Jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Roy bergegas untuk bersiap-siap menuju tempat kerjanya. Menggosok gigi, cuci muka, lalu mandi, kemudian berpakaian dengan rapi tidak lupa dengan minyak wangi.Â
Roy tidak perlu menata barang yang dia bawa di pagi hari, karena dia sudah menatanya tadi malam. Mungkin hanya perlu mengecek beberapa branag penting yang harus dia bawa. Lalu dia mengambil dua roti tawar dan selai cokelat yang tepat berada di meja samping tempat tidurnya.
Ring...ring...ring... Telepon rumah berdering. Dia langsung mengangkatnya, meninggalkan sarapan paginya.
"Selamat pagi,"
"Pagi Roy anakku," Suara wanita yang agaknya sudah cukup tua, tapi suaranya halus.
"Ibu, selamat pagi Ibu. Roy senang bisa mendengar suara Ibu sepagi ini. Bagaimana kabar Ibu, Ayah, dan adik-adik?" Roy membalas ucapan selamat pagi dari Ibunya dengan sangat bersemangat.
"Kami di sini baik-baik saja. Ibu yakin saat ini Roy juga baik-baik saja, tapi Ibu ingin tahu bagaiman perasaanmu yang sebenarnya."