Kekurangan gizi merupakan dampak dari tidak tercukupinya kebutuhan makanan yang berkepanjangan. Pada 2018 angka kekurangan gizi akut memiliki risiko kematian 45% pada anak usia bawah 5 tahun. Kekurangan gizi paling banyak terjadi pada anak usia 6-23 bulan. Kekurangan gizi pada anak usia bawah tiga tahun dapat terjadi karena berbagai penyebab, salah satu diantaranya anak mengalami GTM (Gerakan Tutup Mulut). Gerakan tutup mulut yaitu kesulitan makan atau menolak makanan yang sering kali dialami anak pada tahun pertama yaitu pada usia bawah tiga tahun. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), gerakan tutup mulut terjadi ketika bayi atau anak menutup mulutnya dengan rapat, menyemburkan, atau melepehkan makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Usia 6 – 9 bulan merupakan masa kritis dalam memperkenalkan makanan padat secara bertahap. Proses makan adalah proses belajar mengenal rasa, bau, tekstur, dan suhu. Belum terbiasa dengan makanan selain ASI, masih kenyang, preferensi tekstur makanan, tekstur yang tidak sesuai, dan pemberian MPASI yang tidak tepat menjadi penyebab anak mengalami GTM (IDAI, 2018).
Pemberian makan merupakan bagian penting dari kehidupan bayi dan anak usia bawah tiga tahun. Sebagian besar interaksi orang tua dan anak terjadi saat pemberian makan. Anak usia bawah tiga tahun yang mengalami gerakan tutup mulut harus diperhatikan lebih agar tidak berdampak buruk pada perkembangan. Ibu sangat mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia batita. Gerakan tutup mulut pada anak usia batita jika dibiarkan berkepanjangan dapat mempengaruhi status gizi dan proses tumbuh kembang pada anak. Kebutuhan akan makanan bergizi seimbang sangat penting pada proses tumbuh kembang, dimana perkembangan mental dan kognitif akan lebih diasah. Kecukupan zat gizi sangat diperlukan untuk mendukung tumbuh kembangnya yang optimal sehingga bisa melahirkan generasi pemegang tongkat estafet kemajuan Indonesia. Alternatif untuk mengatasi masalah gerakan tutup mulut sangat diperlukan. Beberapa peneliti mengatakan bahwa salah satu penyebab umum GTM adalah karena perilaku makan yang salah dan ketidak tahuan ibu tentang kondisi lapar dan kenyang anak. Sehingga para ahli menganjurkan orang tua untuk menerapkan responsive feeding kepada anak usia batita guna untuk mencegah dan mengatasi masalah GTM.
Responsive feeding adalah kaidah memberikan makan anak dengan mengetahui kapan anak lapar dan kenyang. Sederhananya, Ibu mulai memberi makan saat anak menunjukkan tanda lapar dan berhenti menyuapinya saat anak tampak kenyang. IDAI merekomendasikan responsive feeding sejak anak dikenalkan pada MPASI. Teknik responsive feeding pada anak usia 6-36 bulan dilakukan dengan memberikan respon positif pada anak berupa senyum, kontak mata, dan kata-kata. Memberikan makan dengan pelan dan sabar diselingi humor. Ibu perlu menunggu dalam artian tidak memaksa jika anak berhenti makan dan kemudian menawarkan Kembali. Ibu juga perlu memberikan finger foods yang dapat dipegang dan dimakan sendiri oleh anak. Selain itu, perlu meminimalkan pengganggu jika anak kehilangan ketertarikan makan.
Keberhasilan dalam responsive feeding perlu adanya pengetahuan dari ibu dalam memperhatikan tanda lapar anak dan buat jadwal makanan utama dan makanan ringan secara teratur, memperhatikan tanda kenyang dan berhenti memberikan makanan jika waktu makan lebih dari 30 menit, dan memberi jeda sekitar 10-15 menit ketika anak menunjukkan tanda tidak mau makan, jika setelah jeda anak masih tidak mau akan, akhiri tanpa membujuk atau memaksa. Hindari menawarkan makan ringan yang lain saat makan kecuali air putih dan Jauhkan objek apapun yang dapat mendistraksi anak saat makan ( TV, smartphne, mainan, dan benda lainnya). Lingkungan saat makan yang mendukung akan tercipta kebiasaan makan yang baik tanpa adanya paksaan. Banyak hal yang diperoleh dari responsive feeding jika dilakukan dengan benar antara lain membantu anak membentuk pola makan yang baik sejak dini dengan mengetahui kapan anak merasa lapar dan kenyang, melatih anak untuk mencoba makan sendiri dan membangun ikatan ketika makan melalui kontak mata, obrolan hangat dengan keluarga terutama ibu. Peranan ibu sangat penting akan keberhasilan responsive feeding karena kekurangan dari responsive feeding, ibu harus konsisten dan tahu betul waktu serta gerak gerik anak ketika lapar dan kenyang. Kurangnya konsisten dan ketidak pekaan ibu dalam gerak gerik anak dapat menjadi salah satu menghambat responsive feeding.
Responsive feeding sangat membantu dalam mencegah dan mengatasi masalah gerakan tutup mulut pada anak terutama anak usia bawah tiga tahun. Keberhasilan akan responsive feeding perlu memperhatikan hal yang harus dilakukan dan menghindari hal yang tidak boleh dilakukan. Banyak manfaat yang didapat apabila responsive feeding dilakukan dengan baik dan benar, namun diperlukan pengetahuan dan kepekaan terhadap gerak gerik anak pada ibu. Kunci keberhasilan responsive feeding pada intinya konsisten pada ibu agar anak terbiasa makan pada jam tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Chumairoh, Nur & H. Suryaningsih, Indah Ika. 2021. “ Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Feeding Rules pada Batita Gerakan Tutup Mulut”. Community Medicine and Public Health of Indonesia Journal. Vol 1 : 148-154.
Rokhanawati, Dewi. Nuzuliana, Rosmita. & Wijhati, Ellyda Rizki. 2023. “Implementation Of Responsive Feeding In Toddlers”. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 12: 114-120.
Purwani, Rachma. dkk. 2023. “Strategi Peningkatan Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Responsive Feeding Untuk Pencegahan Stunting Pada Balita”. Jurnal Pengabdian Masyarakat. Vol 7 : 270-280.
Maulidya, Hikmah. 2020. “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan Kejadian Gerakan Tutup Mulut Menurut Presepsi Ibu dan Status Gizi Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Bulukandang Kabupaten Pasuruan”. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Unair.
Hanindita, Meta Herdiana. dkk. 2015. Gerakan Tutup Mulut (GTM) pada Batita. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/gerakan-tutup-mulut-gtm-pada-batit. Diakses pada 20 Maret 2024.