Mohon tunggu...
Ega Chaerunnisa
Ega Chaerunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Mahasiswa dalam Menanggapi Konflik Agraria

23 Mei 2023   16:13 Diperbarui: 23 Mei 2023   19:40 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Agraria merupakan sebuah konflik yang melibatkan masalah pertanahan. Konflik yang disebabkan oleh perbedaan akses dan penguasaan lahan. Konflik Agraria pada tanah hutan merupakan pertentangan yang terjadi, dan berkaitan dengan pola penguasaan tanah hutan.

Banyak kasus yang terjadi konflik Agrarian di Indonesia. Kasus yang terbaru adalah konflik tambang andesit di Wadas Yogyakarta, dimana warga mempertahankan tanahnya karena menurut warga tanah yang akan ditambang akan merugikan lingkungan dan lapangan pekerjaan warga sekitar. ada pula konflik agrarian di Jawa Barat, yaitu konflik perbutan tanah dengan pemerintah untuk bandara Internasional Kertajati, lagi-lagi masalah tanah yang dianggap merebut lapangan pekerjaan masyarakat sekitar sebagai petani, Disisi lain Konflik Agraria juga terdapat di daerah pedesaan karena biasanya Konflik Agrarian merebutkan tanah luas seperti sawah dan hutan. 

Namun berbeda dengan kasus di pasar Jungjang Arjawinangun Cirebon. Konflik mengenai penggusuran pasar yang memang menyangkut pedagang pasar dan pihak pengembang sehingga membuat gesekan sosial dan membuat adanya perubahan sosial.

Masalah utama dalam  Konflik Agraria adalah kurangnya pemahaman antara kedua belah pihak, antara pihak pengembang atau pihak yang akan melakukan pembangunan di sosial. disitulah perubahan sosial akan terjadi, dilihat dari lapangan yang banyak terjadi adalah salah satu pihak yang tidak mensosialisasikan dengan baik atau menampung aspirasi dari masyarakat sosial di daerah yang akan  dibangun investasi, terlebih lagi masyarakat akan terkena culture shock karena mendapatkan perubahan drastis.  

Contoh kasus dalam hal ini adalah Konflik Agrarian di pasar Jungjang adalah kurangnya informasi dari pemgembang yang akan merevitalisasi pasar, sebenarnya para pedagang sangat senang adanya revitalisasi pasar, namun  panitia bukan'nya melakukan sosialisasi yang jelas, alih-alih para pedagang mendapatkan informasi  minim dan mendapatkan daftar harga yang tidak wajar menjadikan para pedagang sangat sengsara jika harus membayar sewa ke pengembang. Akhirnya pedagang menolak pembangunan tersebut sebelum pihak pengembang melakukan tindakan yang jelas.

Menurut Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan menilai bahwa Konflik Agraria sangat meledak di berbagai daerah, karena adanya peningkatan pembangunan infrastruktur yang sangat signifikan dalam delapan tahun terakhir, selain itu beliau mengungkapkan bahwa sampai sekarang belum ada upaya untuk menuntaskan Konflik Agraria yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2021 ada sekitar 538 aduan terkait Konflik Agraria dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 540. Konflik Agraria bukan hanya menyentuh korban individu saja, tetapi juga kelompok dan masyarakat luas. 

Dasar Hukum Agraria diatur dalam UUD Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok Agraria atau UUPA. Dalam peraturan Agraria ada 7 asas penting yaitu: adanya asas hukum Agraria dalam  UUPA pasal 1 yang menyatakan bahwa seluruh bumi, air, dan lainnya merupakan kekayaan alam dan bersifat abadi dengan bangsa indonesia.

pada asas fungsi sosial pasal 6 UUPA menyatakan bahwa setiap tanah memiliki fungsi sosial oleh karena itu seseorang tidak diperbolehkan untuk menggunakan dengan alasan kepentingan pribadi. 

Asas hukum adat pasal 5 UUPA menyatakan bahwa hukum Agraria yang berlaku atas bumi termasuk kedalam hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan negara.

Asas Kebangsaan pasal 9 UUPA menyatakan bahwa hanya warga negara indonesia saja yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya dengan bumi, dan tiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah dan manfaatnya. 

Asas pembatasan kepemilikan tanah demi kepentingan umum pasal 7 Jo. pasal 17 UUPA menerangkan agar tidak merugikan kepentingan umum, kepemilikan dan penguasaan tanah sampai melampaui batas tidak diperbolehkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun