Sebagai fanatik dan fundamentalis FC Bayern München dan die Mannschaft saya senang mendengar Pep Guardiola meninggalkan Bayern pada akhir musim ini. Guardiola masuk ke Bayern dengan bekal kuat dua trofi Liga Champions ketika mengasuh FC Barcelona. Sulit untuk membantah kualitas tinggi keterandalan Pep dengan sederet prestasi.
Dalam pada itu Bayern adalah klub bertradisi kuat di Eropa dan ditambah lagi Bayern adalah satu-satunya klub papan atas Eropa yang tidak mempunyai hutang. Bayern merupakan klub di Eropa yang dikelola secara rasional dalam arti ia akan membeli pemain handal dengan harga yang pantas. Tradisi kuat dan rasional Bayern membuat siapa saja yang melatih tidak mengubah Bayern yang disegani di Eropa dan tentu saja di Bundesliga. Bahkan ada yang berkelakar “even my dog can train Bayern”.
Semasa kepelatihan Jupp Heynckes (2011-13) Bayern mempunyai rerata ball possesion di atas 60%. Faktor-faktor itulah yang membuat Guardiola menerima pinangan Bayern (lewat negosiasi Uli Höneß). Sebagai pengalaman pertama merantau Guardiola memilih langkah aman dengan memilih melatih Bayern menggantikan Heynckes yang menyatakan pensiun dari dunia kepelatihan.
Bayern yang sudah 25 kali memenangi Bundesliga mau tidak mau menjuarai Liga Champions menjadi galahukur keberhasilan pelatih Bayern selain menerbitkan bintang muda asli binaan Bayern. Mari kita lihat Bayern pada masa dua kepelatihan sebelum Guardiola.
Louis van Gaal (2009-11)
Aloysius Paulus Maria van Gaal atau yang populer dengan nama Louis van Gaal mengganti Jürgen Klinsmann yang gagal total “memodernisasi” Bayern pada 2008-09. Klinsmann dipecat sebelum musim 2008-09 berakhir, kemudian Bayern menunjuk Jupp Heynckes sebagai pelatih caretaker. Musim pertama di Bayern van Gaal melakukan konsolidasi setelah Bayern hancur luluh menjadi “kelinci percobaan” Klinsmann.
Awalan van Gaal sangat buruk dengan satu kali menang saja pada empat partai pertama Bundesliga 2009. Namun van Gaal menegaskan bahwa ia butuh waktu untuk mendaratkan filsafat sepakbolanya. Banyak perubahan penting yang dilakukan van Gaal. Arjen Robben dibeli dari Real Madrid. Dua pemain remaja asli binaan Bayern, Thomas Müller dan Holger Badstuber masuk menjadi pemain reguler. Dua pemain remaja ini tentu saja berhutang kepada van Gaal, karena berkatnya mereka masuk pemain timnas Jerman pada Piala Dunia 2010. Badstuber menjadi pilihan utama Joachim Löw untuk posisi bek kiri, sedang Müller untuk gelandang serang yang akhirnya menobatkannya menjadi top skorer turnamen paling bergengsi itu. Bastian Schweinsteiger yang biasa berposisi winger disulap van Gaal menjadi gelandang bertahan. Luca Toni, striker yang punya peran besar pada musim sebelumnya, dibuang van Gaal ke AS Roma.
Pada musim pertama van Gaal sukses menggaet trofi Bundesliga dan mengantar Bayern ke final Liga Champions. Pada musim kedua van Gaal tidak berhenti memanfaatkan bakat pemain muda binaan Bayern. Kali ini Thomas Kraft dipercaya secara reguler menjaga gawang Bayern menggeser kiper senior Hans Jörg Butt.
Secara singkat hal yang menarik dari van Gaal ialah mengangkat tiga pemain muda menjadi sosok hebat: Thomas Müller, Holger Badstuber, dan Thomas Kraft (pada musim 2011 Kraft pindah ke Hertha Berlin dan menjadi nomor satu hingga saat ini). Hal yang sama saya lihat pada van Gaal di Manchester United. Pemilik dan para pendukung United haruslah bersabar menunggu hasil proses penataan van Gaal.
Jupp Heynckes (2011-13)
Josef “Jupp” Heynckes bukanlah pelatih biasa. Ia pernah mengantar Real Madrid menjuarai Liga Champions pada 1998. Sebagai pemain Borussia Mönchengladbach Heynckes muda adalah top skorer Bundesliga pada musim 1973-74 (30 gol bersama dengan Gerd Müller) dan musim 1974-75 (27 gol). Heynckes kembali ke Bayern pada awal musim 2011, yang sebelumnya ia melatih Bayern pada musim 1987-91 dan sebagai pelatih caretaker pada 2009 menyusul pemecatan Klinsmann.