[caption id="attachment_258235" align="alignnone" width="300" caption="Bagaya"][/caption] Duhai ketiga buah hatiku …
Sore ini ba’da maghrib di kediaman ayah, seusai menghambakan diri pada-Nya,
ayah tulis surat ini untuk menumpahkan segala kerinduan pada kalian.
Sekalipun hampir setiap menjelang Isya, kita saling melepas rindu dari jarak jauh. Ternyata kecanggihan teknologi informasi bikinan manusia, tak seutuhnya mampu menyalurkan segala kerinduan yang selalu bergemuruh ingin memeluk kalian bertiga.
Kerinduan pada belahan jiwaku, yang takkan pernah pupus, walau dibatasi rentang ruang dan waktu.
Kerinduan pada buah hatiku, yang takkan pernah lapuk sepanjang hidupku..
Kerinduan pada titisan diriku, yang takkan pernah punah didera kepahitan hidup.
Kerinduan yang selalu mengusung harapan pada diri kalian.
Sulungku, Fadel Muhammad!
Seringkali kupanggil dirimu ‘Buyung” sambil menepuk pundakmu, sebagai ungkapan segenap harapanku padamu sebagai satu-satunya anak lelakiku. Kuingin, kelak dirimu tumbuh menjadi seorang laki-laki. Laki-laki nak, bukan jantan. Laki-laki yang tunduk pada segala keredhaan Tuhannya. Laki-laki yang mampu menegakkan kepala memandang dunia. Laki-laki yang dihormati, karena amat menyayangi orang-orang yang bersentuhan hidupnya denganmu. Laki-laki yang disegani, karena selalu menjaga harga diri. Kelak saat dirimu jadi ‘laki-laki’, aku takkan minta apa-apa darimu, sebab semua itu telah membuatku bangga sebagai ayahmu. Kelak saat diriku renta, insyaallah aku takkan merepotkanmu duhai anakku. Do’a-do’amu yang khusyu’ kepada-Nya sudah cukup buatku.
Bidadari kecilku, Reihani dan Gheniya!
Kalian berdua adalah “lubuak hati, pamenan mato”. Pelepas penatku sepulang kerja.
Seringkali kupanggil dirimu berdua “upiak banun”, sebagai ungkapan curahan kasih sayangku pada kalian.
Sengaja kuberi kalian nama yang indah. Indah tidak hanya enak didengar gendang telinga, tetapi di dalamnya penuh doa pada Yang Maha Kuasa. Moga kelak kalian tumbuh menjadi bidadari yang anggun. Anggun nak, bukan cantik, bukan pula manis ataupun kamek. Bagi ayah, dalam kata “anggun” sarat dengan makna ; adalah seorang wanita yang memiliki nilai-nilai etika dan estetika yang merujuk pada ajaran Tuhan kita, Allah SWT.
Malam ini adalah malam yag ke sekian ayah memendam rindu pada wajah lugu kalian, pada senyum riang, pada gelak tawa kalian saat kucandai. Masih sangat jelas terukir pada memory ayah, betapa damainya saat kalian berdua –bersama-sama ataupun bergantian- berada dalam pelukan ayah. Berebut memeluk dan menciumi muka ayah, muka yang makin lama bakal makin keriput. Bahkan saat di antara kalian terlelap dalam pangkuan ayah, lalu ayah gendong kalian ke tempat kalian istirahat sampai subuh tiba. Tempat yang sangat sederhana, sesederhana kemampuan ayah menyediakan fasilitas materi untuk kalian bertiga. Tapi sungguh, rasa cinta dan kasih sayang ayah pada kalian bertiga, tidak dan tidak akan pernah sederhana.
Bidadariku…
Tumbuhlah menjadi wanita shalehah. Wanita yang makin menunjukkan bahwa Islam itu memang sangat indah. Indah untuk dunia, indah pula untuk akhirat.Jadilah penyempurna laki-laki yang kelak ditakdirkan Tuhan menjadi junjungan kalian. Jadilah ibu yang lembut dan bijak untuk cucu-cucu ayah. Yang lewat belaian kasih kalian mereka tumbuh menjadi mujahid dan mujahidah. Mujahid itu pejuang nak, jadi bukan orang yang suka perang, apalagi teroris. Pejuang yang bersungguh-sungguh menghadapi kompetisi hidup. Setiap kompetisi pastilah ada pemenangnya. Maka orang-orang yang selalu berupaya menjaga kebersihan jiwanya di hadapan Tuhan dan juga para hamba-Nya, itulah pemenangnya. Orang-orang yang selalu berupaya memberikan kontribusi terbaik untuk orang-orang yang bersentuhan hidupnya dengan mereka, itu juga pemenangnya. Karena itu, ajari mereka dengan kelembutan kasih sayangmu. Kasih sayang seorang wanita. Maka kelak mereka bakal menjadi manusia-manusia yang penuh kasih pada siapapun juga.
Anakku belahan jiwa …
Kelak bila kalian telah menjadi “anggun”, itulah kebahagiaan ayah. Bila nanti ayah telah menjadi renta, tak usah kalian belikan ayah baju, sepatu ataupun makanan dengan harga ratusan ribu. Tak usah nak, ayah tak mementingkan itu. Cukup sudah bagi ayah, kalian menjadi “anggun” dalam redha Tuhan kita.
Bidadari ku …
Ada saatnya untuk sementara kita dibatasi rentang ruang, maka tak apa untuk waktu yang singkat ini, ayah hanya bisa memeluk kalian dari jauh. Kelak bila saatnya tiba, ayah rentangkan tangan ntuk memeluk kalian penuh cinta.
Tidurlah lelap lah kalian malam ini, besok-besok ayah kan tulis surat lagi.
Ciputat, Juni 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H