Jika Anda menanyakan kepada Agen Asuransi apakah menjadi Agen Asuransi merupakan cita-citanya? Anda akan mendapatkan jawaban yang hampir sama jika Anda bertanya kepada ribuan, puluhan ribuan, bahkan jika Anda bertanya kepada kurang lebih 513 Ribu Agen Asuransi berlisensi (Data AAJI Juni 2016). Jawabannya adalah : "Bukan"
Menjadi Seorang Agen Asuransi bukanlah cita-cita Masa Kecil para agen asuransi. Lalu bagaimana mereka bisa masuk ke dalam salah satu industri yang paling cepat perkembangannya di Indonesia ini?
Berikut akan Saya ceritakan sebuah kisah cerita yang melegenda di dunia asuransi yang sangat menginspirasi jutaan orang di dunia. Cerita ini akan saya beri judul :
Surat Cinta Ayah untuk Keluarga
Alkisah ada 6 orang laki-laki yang bersahabat akrab. Yang pertama, menjadi seorang Rohaniawan. Yang kedua, menjadi seorang Bankir. Yang ketiga, menjadi seorang Pengacara. Yang keempat, menjadi seorang Dokter Spesialis Jantung. Yang kelima, menjadi seorang Pengusaha. Yang keenam menjadi Agen Asuransi. Ditengah kesibukan masing-masing mereka berenam sering meluangkan waktu sekedar minum kopi bersama, melakukan hobi yang sama, kumpul di rumah salah satu diantara mereka secara bergantian. Demikian juga pasangan mereka juga ikut bersahabat akrab.
Suatu ketika secara tiba-tiba si pengusaha jatuh sakit dan sakitnya ini gangguan jantung dan harus segera ditangani dokter. Tentunya istri pengusaha ini langsung menghubungi rekan suaminya yang adalah dokter spesialis jantung. Sang dokter yang merupakan sahabat dekat suaminya sudah berusaha yang terbaik, memberikan pengobatan yang terbaik yang dapat dia lakukan untuk sahabatnya, tetapi Tuhan berkehendak lain. Pengusaha ini akhirnya meninggal dunia.
Semua ke 5 sahabat almarhum langsung siap membantu keluarga almarhum sahabat mereka hingga acara pemakaman. Kelima sahabat almarhum merasakan duka yang sangat mendalam seperti keluarga yang ditinggalkan sahabat mereka.
3 hari setelah pemakanan si dokter mencoba menghubungi istri almarhum dan bercerita bahwa sebelum meninggal dunia dialah yang menjadi penjamin seluruh biaya pengobatan almarhum dan si dokter mengatakan jasa sebagai dokter spesialis jantung akan digratiskan, namun tagihan lain-lain yang merupakan pengeluaran yang dikeluarkan Rumah Sakit harus tetap dibayar dan diberikan waktu 1 Minggu untuk melunasinya. Hanya itu yang bisa dibantu oleh si dokter sahabat almarhum.
Lalu di hari yang sama yang rohaniawan datang untuk memberikan siraman rohani untuk menghibur dan menguatkan istri dan keluarga almarhum dan berkata Saya tidak bisa membantu biaya pengobatan almarhum. Saya hanya bisa berdoa buat Ibu dan keluarga dan almarhum agar diberikan Tuhan tempat yang terbaik disisiNya.
Beberapa hari kemudian datanglah sahabat almarhum yang berprofesi sebagai Bankir dan memberitahu istri almarhum bahwa suaminya ketika hidup meminjam sekian Milyar Dana untuk mengembangkan bisnisnya melalui Bank dimana dia bekerja. Sebagai teman tidak bisa berbuat apa-apa, hutang usaha ke Bank harus tetap dibayarkan. Paling hanya bisa bantu kasih keringanan-keringanan yang sekiranya tidak melanggar SOP Perusahaan. Jika tidak diselesaikan rumah dan aset-aset yang diagunkan ke Bank akan disita. Sang istri almarhumpun tertunduk lesu dan tidak tau harus pakai cara apa menyelesaikan hutang yang sedemikian besarnya sedangkan dia tidak dilibatkan almarhum suaminya dalam menjalankan bisnisnya.
Bisnisnya terus merugi dan terancam tutup sejak suaminya meninggal. Lalu kemudian sahabat almarhum yang Pengacara datang bersamaan dengan sahabat almarhum yang berprofesi sebagai agen asuransi. Si Pengacara datang dan menjelasakan apa yang dia bisa bantu adalah hanya sekedar penangguhan sementara sita aset oleh Bank dan mengajukan permohonan keringanan dengan cara menyelesaikan utang usahanya dengan bertahap menunggu beberapa aset peninggalan almarhum laku terjual jika memang tidak pegang uang tunai yang cukup. Mendengar tawaran ini istri almarhum menangis menitikkan air mata tiada henti sambil memeluk kedua buah hatinya.