Akhir-akhir ini ketika di lihat dari redaksi harian (CA) dan juga kaca mata saya terhadap masa depan pendidikan nasional kita, bahwa hari ini kita mesti banyak bersyukur dan mengakui bahwa sampai hari ini mutu pendidikan kita masih beragam, terkhusus lembaga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta  (PTS). Hal ini tentu perlu standar mutu yang sama baik secara lokal maupun nasional.
Tapi ada satu problematika yang masih terlihat, berdasarkan kaca mata harian anak muda milenial hari ini, bahwa masyarakat kita masih terjebak dalam suatu orientasi pada status, sehingga sarjana tidak di lihat sebagai suatu prestasi akademis atau kemampuan intelektualnya tetapi malah melihat status sosial atau hubungan keluarganya. Apa lagi kalau di kaitkan persyaratan menjadi pegawai Negeri, yaitu ijazah, sehingga mutu pendidikan tidak terlalu di pentingkan lagi.
Hal ini tentu menimbulkan rasa instan pada diri seseorang, sehingga mutu pendidikan itu cendrung di abaikan dan yang di kejar itu hanyalah gelar semata tanpa peduli aspek-aspek yang lain.Â
Hal ini juga tentu mengakibatkan orang cendrung menghalalkan segala cara untuk meraih gelar sarjana, seperti: Penjiplakan Skripsi, pembelian nilai, Ijazah Aspal (asli tapi palsu) dan perjokian. Sehingga, sorotan tajam terhadap serjana akhir-akhir ini lebih di sebabkan sifat-sifat yang masal yang kurang menghayati makna keelitannya itu.
Maka dari itu, pendidikan sangat penting untuk kita. Sebab, banyak hal atau sumber yang mesti kita pelajari, baik lingkungan iternal (Keluarga, Lembaga Pendidikan) maupun lingkungan eksternal (Hubungan sosial kemasyarakatan).Â
(Artikel Harian).
Penulis: Efren Wijaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H