Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa, Nyawa Tulisan

23 Februari 2014   13:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Berkeliling toko buku atau perpustakaan, mencari atau sekedar melihat yang menarik dibaca adalah hal biasa kala kita ingin membaca. Ragam bentuk, jenis, dan aliran tulisan mewarnai setiap rak buku. Bagi yang paham dengan sosok pengarang yang fenomenal, entah itu karena kontroversinya atau pokok bahasannya, karya-karya mereka akan menarik untuk dibaca.
Tentu menjadi berguna bila setiap tulisan yang kita baca membawa sesuatu yang baru. Demikian pula bagi penulis merasa bernyawa bila tulisannya memberi nuansa pembaca. Secara naluri, penulis sebenarnya memiliki jiwa yang tulus - menurut pandangan masing-masing -  berbagi ide kepada pembaca. Namun, media - seperti komik, majalah, novel, dsb sebagai perantara yang menjembatani penulis dengan pembaca juga memiliki jiwa, yakni "independen". Apa yang ditulis, diterima apa adanya, dan tidak memilih pembacanya, walaupun beberapa media memiliki aturan yang membatasinya dengan penulis dan pembaca.
Karen independen itu, setiap tulisan diatas kertas adalah hak bagi pengarangnya. Bersifat rahasia atau umum adalah prerogatif penulis itu. Tetapi penulis juga harus memiliki tanggung jawab terhadap tulisannya, baik secara moral maupun efek laten yang timbul kelak. Bukan untuk memberi rasa takut dan was-was berlebihan, tetapi hal yang wajar - barangkali sangat biasa - bila penulis harus paham bahwa menggunakan bahasa yang baik dalam tulisan memiliki roh yang kuat untuk meyakinkan pembaca dengan ide yang kita tulis.
Penulis perlu menghindari bahasa-bahasa yang rumit. Tulisan harus  jelas. Makna secara konotasi dan denotasi pun harus dipahami. Pola kalimat yang dibentuk harus jelas. Ini bukan berlebihan. Pembedaan ragam formal dan informal membatasi cara komunikasi kita. Secara universal, kita harus sadar bahwa bahasalah yang membentuk kesepahaman. Itulah mengapa, walau sepele dan rumit, kita harus mengerti, bahasa tidak bisa diajak kompromi dan negosiasi. Antara kata 'bukan' dan 'tidak' jelas berbeda. Abu-abu tetaplah abu-abu, bukan hitam atau putih. Rasa cemas, ragu, yakin, takut dan sedih, ungkaplah dengan bahasa yang  umum telah disepakati.
Kita juga tak bisa pungkiri, ada beberapa kata atau kalimat  tidak pernah bisa pembaca mengerti. Muncul pemeo ' Sulit mengungkapkannya dengan kata-kata'. Terserah, tetapi jangan biarkan pembaca kesal dengan bahasa yang sepenuhnya memang mengada-ada. Emosi yang mendalam akan memengaruhi pikiran. Sulit barangkali mengendalikan diri dalam menulis, karena disinilah ide itu muncul. Namun, berjiwa besarlah, karena itu jangan memaksa emosi kepada orang lain dengan bahasa yang antah berantah. Yakinkan pembaca bahwa memang tulisan kita bergejolak. Tentunya, kita gunakan bahasa yang jelas untuk menggetarkan pembaca, tidak dengan emosi yang membara, karena kita akan lose control.
Rumit atau tidak jelas artikel ini, terserah pada Anda, pembaca. Saya juga sadar akan kekurangan dalam menulis tetapi tidak untuk ide saya ini. Saya pun merasa perlu meneliti lebih dalam kata per kata, frasa per frasa, dan kalimat per kalimat, agar maksud saya,"Bahasa, nyawa tulisan" tidak hanya habis pada judul saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun