"FIFA memberikan Qatar pertandingan pada tahun 2010, tanpa uji tuntas hak asasi manusia  dan tidak ada ketentuan yang ditetapkan tentang perlindungan bagi pekerja migran yang akan dibutuhkan untuk membangun infrastruktur besar-besaran. FIFA juga gagal memeriksa masalah hak asasi manusia bagi jurnalis, atau diskriminasi sistemik yang dihadapi perempuan, kelompok LGBT, dan lainnya di Qatar," tulis Human Right Watch dalam website.
Euronews melaporkan bahwa terdapat kematian, dugaan eksploitasi dan penganiayaan terhadap para imigran.
Kebanyakan pekerja berasal dari Asia Tenggara dan Afrika Timur di bidang konstruksi pembangunan infrastruktur Piala Dunia.Â
Intinya, berita-berita yang beredar tidak menyenangkan untuk dibaca.
Emir dan pangeran di Qatar tampaknya kesulitan untuk senyum dalam beberapa hari terakhir. Padahal, hajatan besar sudah di depan mata.Â
Media Barat yang seharusnya membantu naik citra mereka justru menjadi senjata yang akan menenggelamkan mereka.
Media tiada henti mengulas keburukan yang ditorehkan negeri para juragan minyak ini.Â
Peluru yang digunakan bermacam jenisnya. Mulai dari keraguan atas tradisi sepak bola yang tidak jelas, isu budaya sampai menyangkut geopolitik.
Siapapun pemilik hajatan tentu bakal sakit gigi melihat kenyataan seperti ini.
Tetapi, getir ini sudah terendus sejak pertama kali penguman Qatar sebagai tuan rumah disampaikan. Mereka menyadari serangan bakal datang.Â
Mereka harus siap menghadapi media Barat yang dikenal keras dan tidak mau kompromi. Jika Anda membuka Twitter sekarang, Anda tahu bagaimana detik-detik Piala Dunia saat ini nyaris tidak berwarna.