Bersepeda bagus untuk kesehatan. Tubuh bugar, lingkungan terselamatkan dari polusi yang dikeluarkan kendaraan.
Sekarang, bersepeda mengalami perkembangan sebagai gaya hidup masyarakat urban. Sepeda menjadi kendaraan ke sekolah atau lokasi kerja. Di media sosial, orang-orang membagikan aktivitas mereka ketika bersepeda.
Sepeda juga bisa menaikkan status sosial. Postingan memperlihatkan ragam sepeda mulai dari berharga ratusan ribu, ratusan juta atau warisan keluarga. Setidaknya, unggahan di media sosial adalah bentuk kampanye peduli hidup sehat untuk mengajak lebih banyak orang mau melakukannya.
Kesehatan itu mahal. Layaknya menghadapi pandemi Covid-19, perhatian terhadap kesehatan fisik harus dibarengi kesehatan mental. Keduanya perlu berjalan seimbang.
Baru-baru ini, foto pengendara motor mengacungkan jari tengah ke arah kelompok pesepeda beranjak viral. Banyak warganet mengapresiasi sikap pengendara motor karena merasa terwakilkan.
Musababnya, perilaku rombongan pesepeda dalam foto tersebut. Mereka melintas di tengah jalan raya di antara kendaraan bermotor lainnya.
Perilaku bersepeda semacam itu selain membahayakan pengguna jalan, juga menimbulkan kejengkelan tersendiri bagi mereka yang dikejar waktu. Meski pesepeda diberi jalur khusus, kenyataan di lapangan menunjukkan bagaimana pengendara mesin harus beradu lambat dengan putaran tenaga kaki.
Foto viral pesepeda dan pengendara motor tersebut tampak menjadi puncak kegundahan yang terpendam lama kepada pesepeda yang tidak patuh aturan.
Di lain pihak, para pembela tidak kalah kuat memberikan kritik balasan. Indonesia seolah tidak ramah terhadap pesepeda. Tarung debat pun terjadi.
Sekiranya perdebatan pesepeda dan pengendara motor tidak melunturkan prinsip bahwa kegiatan bersepeda harus dikampanyekan luas di Indonesia.