Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kontroversi European Super League, Demi Uang atau Alibi Klub Elit Minim Prestasi?

19 April 2021   13:05 Diperbarui: 20 April 2021   20:39 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain Arsenal Mesut Ozil dan Lacazette. (Foto: Twitter/LacazetteAlex)

Semua ini lagi-lagi tentang finansial klub. Money can't buy me love, ungkap The Beatles dalam lagunya. Namun, uang pada zaman sekarang mengubah banyak wajah sepak bola dan pandemi Covid-19 secara kebetulan menjadi 'oli' untuk mempercepat realisasinya yang tertunda sekian tahun.

Intervensi keuangan menjadi fenomena nyata bagaimana sepak bola mengalami pergeseran besar. Ambil contoh Chelsea (Inggris), Manchester City (Inggris), Paris Saint-Germain (Prancis) dan RB Leipzig (Jerman).

Chelsea menggeliat sejak dibeli taipan Roman Abramovich dengan mendatangkan sang special one Jose Mourinho untuk memberikan gelar Liga Inggris musim 2003/04.

PSG usai melawan Bayern Munchen pada perempat final Liga Champions 2021. (Foto: Twitter/PSG_inside)
PSG usai melawan Bayern Munchen pada perempat final Liga Champions 2021. (Foto: Twitter/PSG_inside)

Lalu, Manchester City ketika diakuisisi Abu Dhabi United Group Investment and Development Limited pada 2008 silam langsung mengucurkan dana besar 120 juta Euro untuk membeli Gareth Barry, Carlos Tevez, Roque Santa Cruz, Emmanuel Adebayor, Kolo Toure, dan Joleon Lescott pada 2009 yang tertinggi di Inggris.

Hasilnya terasa ketika Manchester City menjuarai Liga Inggris musim 2011/12 dan secara konsisten menunjukan penampilan luar biasa di kancah domestik dan internasional, hal yang tak pernah mereka tampilkan pada periode sebelumnya.

Suka atau tidak, Chelsea dan City memang berubah sejak kucuran dana mengalir ke klub tersebut. 

Keuntungan serupa dirasakan Paris Saint-Germain di Prancis sejak diakuisisi Qatar Sports Investments pada 2011. Bahkan komposisi Paris saat ini terdiri dari pemain bintang dunia, Mbappe dan Neymar, tanpa ragu membayar mahal mahar mereka.

Sementara itu, RB Leipzig yang baru didirikan 2009 juga menapaki pencapaian terbaik di Bundesliga dan Liga Champions. Tak butuh waktu lama, klub perusahaan Red Bull ini menjadi runner up Bundesliga musim 2016/17 dan tahun lalu menjadi semi finalis Liga Champions.

Keterlibatan Red Bull mengesankan klub ini lebih menyerupai klub pemasaran perusahaan minuman berenergi tersebut, walau dibantah klub. RB Leipzig memang hadir dengan wajah berbeda dari klub Jerman yang selama ini porsi kepemilikan publik lebih besar dari korporasi.

Sepuluh tahun RB Leipzig dibentuk, prestasi mereka di kancah sepak bola terukir lebih cepat dibanding klub lawas Jerman seperti Bayer Leverkusen dan Werder Bremen yang selama belakangan ini tampil kurang menggigit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun