Profesi wartawan sering menyajikan berita kepada masyarakat. Tentunya, ada pengalaman pribadi wartawan yang tidak terungkap ke publik.
Kali ini, saya berkesempatan mengubungi teman saya, Akhtur Gumilang, yang berprofesi sebagai wartawan rubrik lifestyle Tribun Jateng.
Dalam perbincangan ini, dia membagikan pengalaman berkesan yang diterimanya dari narasumber yang pernah dia wawancarai. Sosok menginspirasi itu adalah Sri Ambarwati, pemilik usaha batik Srihanna, Salatiga, Jawa Tengah.
Akhtur mengaku belajar banyak tentang makna pasrah dari Sri Ambarwati selama pandemi Covid-19.Â
Bagaimana kisahnya? Berikut ini petikan obrolannya.
Selama liputan, apa kisah menginspirasi yang menurut dirimu paling berkesan?
Tiap minggu itu banyak, ada dari pejuang HIV/AIDS, pejuang keadilan gender, atlit. Mereka punya cerita-cerita tiap minggu beda tema. Minggu kemarin itu yang menarik, pembatik. Batik Srihanna Salatiga.
Sebenarnya bukan pembatik tapi pemilik. Dia itu pernah masuk [program tagar] Lapak Ganjar. Kebetulan soal UMKM pakaian, Srihanna dipilih. Itu sebagian kecil, sih. Dari sosok dia aku belajar kekuatan pasrah.
(Catatan: #LapakGanjar adalah program di Instagram yang diinisiasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mempromosikan UMKM Jawa Tengah dan Jawa Timur selama Pandemi Covid-19 dengan memasang tagar LapakGanjar)
Pasrah dalam hal apa?
Gimana, ya. Pasrahnya itu lebih ke arah, dia kan buka batik tahun 2016. Sebelum buka batik, dia sudah kerja enak sebagai kepala cabang dealer mobil. Gaji sudah mapan, lumayanlah. Cuma dia perempuan, berumah tangga.
Dia di posisi ngga nyaman karena jauh dari anak dan suami. Ketika kepala cabang sering mutasi, pindah-pindah. Dia jauh dari anak, jauh dari keluarga, dia harus balik seminggu sekali. Dia sejak lama ingin resign, entah kenapa baru resign 2018.
Tahun 2016 dia sudah buka batiknya. Cuma jalan biasa landai karena dia memang fokusnya pecah, mikir target penjualan, batik dan segala macam. Yang aku bilang kekuatan pasrah itu ketika pandemi [Covid-19], berbulan-bulan kosong.
Kosong penjualan?
Ngga ada yang beli sama sekali. Dia punya stok barang batik premium banyak tapi ada pandemi dan ngga ada kembali. Kainnya itu disulap jadi masker. Dan itu ngga dijual. Gratis. Udah ngga ada pemasukan, punya stok kain dibuat masker, digratisin pula. Selama kosong itu dia tidak mengurangi karyawannya.
Berarti operasional jalan terus?
Iya tetap menggaji karyawannya. Sri Ambarwati, namanya. Dia bagiku memang ketika diwawancara juga ngomongnya semangat. Memang tipikal kepala cabang suka bikin side plan gitu.
Menutupi operasional dan gaji karyawannya gimana?
Intinya ketika pandemi dia mikir. Dia mikirnya yaudahlah aku sebelum meninggal sudah melakukan hal terbaik. Dan dia gaji karyawannya pakai tabungan selama dia jadi sales itu, tabungan selama karyawan dia kumpulin untuk gaji karyawannya.
Sekarang usahanya mulai bangkit?
Awalnya dari bagi-bagi masker gratis. Tiba-tiba nomornya ramai Bu Ambar. Banyak yang nanyain, tapi nanyainnya bukan minta [gratis]. Kalaupun minta bakalan dikasih.
Kebanyakan ngechat itu, 'aku ga mau gratis, maunya beli.' Akhirnya dinas-dinas pesan masker. Ada pemasukanlah walau belum stabil. Dan dia selama itu juga rajin posting di sosial media. Jadi, maskernya diposting dengan menyertakan hashtag LapakGanjar.
Di hashtag itu kamu dapat menemukan beribu ribu UMKM dan kebetulan dari sana banyak juga nomor asing nanya batiknya [...] hingga tiba-tiba Asisten Pak Ganjar [Gubernur Jawa Tengah] menelepon dan nelponnya dalam perjalanan ke arah Salatiga dari Semarang. Ya, gimana ngga kaget kan, tiba-tiba nelpon udah di perjalanan ke batik itu. Mulai dari sana ramai pejabat-pejabat mulai pesan.
Pak Ganjar berkunjung ke lokasi usahanya?
Iya, Pak Ganjar ke butiknya
Kapan?
Kayaknya Agustus atau September [2020]. Dia sebelum pandemi sudah ngerjain kerja dari rumah. Dia itu benar-benar, namanya karena... dia apa ya, dia itu perempuan. Dia berkeyakinan perempuan kelak jadi orangtua, jadi ibu adalah hakikatnya di rumah.
Makanya dia sedih, yang aku tangkap, ketika dia jauh dari anak dan suami. Dari situ, karyawan-karyawannya yang kebetulan penjahit banyak perempuan dia nerapin konsep itu supaya karyawannya bisa kerja di rumah dan dekat sama anak. Ini jauh sebelum ada pandemi sudah nerapin kerja dari rumah.
Ketika ada pandemi, dia ngga terlalu kaget?
Ya, kagetnya pasti ke pemasukan. Untuk fasilitas dan bahan, difasiltiasi. Si karyawan gerak aja. Karena efek [tagar] Lapak Ganjar, karyawannya kebanyakan gawean, akhirnya karyawannya buka lapangan kerja mempekerjakan orang-orang di sekitaranya.
Dirimu mau mengikuti jejaknya?
Aku dapat aja cerita. Setiap edisi Smart Woman banyak belajarlah, setidaknya ngga perlu hal besar, hal kecil juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H