Gimana, ya. Pasrahnya itu lebih ke arah, dia kan buka batik tahun 2016. Sebelum buka batik, dia sudah kerja enak sebagai kepala cabang dealer mobil. Gaji sudah mapan, lumayanlah. Cuma dia perempuan, berumah tangga.
Dia di posisi ngga nyaman karena jauh dari anak dan suami. Ketika kepala cabang sering mutasi, pindah-pindah. Dia jauh dari anak, jauh dari keluarga, dia harus balik seminggu sekali. Dia sejak lama ingin resign, entah kenapa baru resign 2018.
Tahun 2016 dia sudah buka batiknya. Cuma jalan biasa landai karena dia memang fokusnya pecah, mikir target penjualan, batik dan segala macam. Yang aku bilang kekuatan pasrah itu ketika pandemi [Covid-19], berbulan-bulan kosong.
Kosong penjualan?
Ngga ada yang beli sama sekali. Dia punya stok barang batik premium banyak tapi ada pandemi dan ngga ada kembali. Kainnya itu disulap jadi masker. Dan itu ngga dijual. Gratis. Udah ngga ada pemasukan, punya stok kain dibuat masker, digratisin pula. Selama kosong itu dia tidak mengurangi karyawannya.
Berarti operasional jalan terus?
Iya tetap menggaji karyawannya. Sri Ambarwati, namanya. Dia bagiku memang ketika diwawancara juga ngomongnya semangat. Memang tipikal kepala cabang suka bikin side plan gitu.
Menutupi operasional dan gaji karyawannya gimana?
Intinya ketika pandemi dia mikir. Dia mikirnya yaudahlah aku sebelum meninggal sudah melakukan hal terbaik. Dan dia gaji karyawannya pakai tabungan selama dia jadi sales itu, tabungan selama karyawan dia kumpulin untuk gaji karyawannya.
Sekarang usahanya mulai bangkit?
Awalnya dari bagi-bagi masker gratis. Tiba-tiba nomornya ramai Bu Ambar. Banyak yang nanyain, tapi nanyainnya bukan minta [gratis]. Kalaupun minta bakalan dikasih.