DARI 10 juta siswa SMA se-Indonesia, tentu sebagian akan merantau untuk melanjutkan pendidikan atau mencari nafkah ke luar kota.Â
Dari jumlah itu, beberapa di antaranya pasti memilih Universitas Brawijaya, seperti yang saya alami 9 tahun silam. Meski sekarang musim dihantam pandemi Covid-19, anggaplah cerita ini hanya pegangan kecil di waktu mendatang kepada adinda tercinta. Ceilah!
***
Juni 2012, saya diharapkan datang ke Universitas Brawijaya untuk menyelesaikan pendaftaran ulang mahasiswa baru. Pemberitahuan itu disampaikan melalui laman web resmi kampus.
Kegembiraan diterima sebagai pelajar bercampur dengan keharuan karena terpaksa harus berpisah dari tanah kelahiran.
Dan yang paling menyedihkan adalah saya tidak pernah pergi ke luar kota dari Sumatera Utara. Perjalanan paling jauh hanya ke Pahae, daerah Tapanuli Utara.
Tidak ada saudara yang tinggal di Malang. Otak saya benar-benar kosong mengetahui di mana dan bagaimana bentuk Malang.
Saya hanya mengetahui Malang terletak di Jawa Timur--melalui pencarian di Google Maps.
Persiapan sudah dilakukan sebulan sebelum berangkat. Perkara utama yang wajib dituntaskan saat itu, tiket pesawat dan rumah kost di Malang.
Tantangannya, saudara-saudara saya tidak pernah belajar di Malang, kecuali berlibur, itu pun pada 1980an. Lawas sekali.Â
Begitu pun teman sekolah. Tidak satu pun yang memilih Universitas Brawijaya setamat SMA.Â