Jelang menamatkan pendidikan SMA, murid-murid ramai menggali informasi untuk membantu pilih kampus favorit mereka. Kebetulan, adik saya yang saat ini duduk di bangku kelas 3 SMA yang ingin meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi termasuk di antaranya.
Seperti kebanyakan murid-murid lainnya, si adik sudah melabuhkan tujuannya untuk berkuliah di salah satu universitas terbaik di Indonesia.
Akan tetapi, di tengah pencariannya, dia berada dalam sekelumit pertanyaan yang menggunung di kepalanya. Apa yang harus dipersiapkan? Jurusan mana yang memiliki peluang kerja besar ke depannya?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sama gundah gulananya sebagaimana saya alami ketika mendaftarkan diri ke perguruan tinggi. Kebetulan saya berhasil masuk ke Universitas Brawijaya pada 2012 melalui jalur undangan.
Di sinilah canggungnya. Tiap tahun, ada perbedaan dalam sistem penerimaan mahasiswa baru yang berlaku secara nasional.
Misalnya, jalur undangan yang saya alami, istilah ini sudah tidak dipakai lagi untuk tahun 2021. Namanya telah berganti menjadi SNMPTN 2021, yaitu seleksi masuk PTN berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dan/atau portofolio calon mahasiswa.
Karena perbedaan istilah tersebut, pembicaraan saya dan adik menjadi canggung, ngalor-ngidul tidak menentu hanya untuk menyamakan definisi. Maklum, di tahun 2012, SNMPTN itu merujuk pada seleksi jalur undangan dan jalur tulis sehingga bukann perkara mudah juga mengadaptasi konsep sama meski definisi berbeda.
Si adik bersikukuh menggunakan SNMPTN, sementara saya tetap mempertahankan lidah berujar jalur undangan. Belum lagi jika orangtua memakai istilah klasih, yaitu PMDK atau Penelusuran Minat dan Kemampuan.
Sebenarnya, kecanggungan ini pernah terjadi ketika tahun 2013, istilahnya jalur undangan berganti menjadi SNMPTN dan jalur tulis dengan SBMPTN.
Pola penerimaan yang kerap berubah-ubah ini memang dilakukan untuk memantapkan penyaringan agar setiap siswa berprestasi memiliki kesempatan untuk mencicipi kampus terbaiknya.