Satu hal melintasi kepala saya ketika bangun, periksa seisi kamar. Tidak ada air. Gang di depan kos hanya ditutupi genangan becek bekas rintik hujan semalaman. Bidara Cina, Kampung Melayu, Jakarta Timur tepatnya di sekitaran McDonald bebas dari genangan banjir.Â
Namun, pandangan berubah sekitar setengah kilometer dari sana, melintasi Jalan Otto Iskandardinata (Otista).Â
Satu demi satu orang berkumpul dengan menumpuk pakaian dan peralatan rumah yang bisa diselamatkan di pinggir jalan raya. Genangan air banjir perlahan-lahan naik sampai ke Kampung Pulo, kawasan padat penduduk di pinggir kali Ciliwung yang saban musim hujan mesti menerima kiriman air banjir.
Hujan pantang turun ketika matahari telah terbit. Piket di tanggal 1 Januari yang diperkirakan berjalan mulus dan lengang nyatanya harus dilewati dengan kesibukan.Â
Berita tentang banjir harus dilaporkan. Busway di depan rumah tidak melintas akibat genangan menutup ruas jalan di Kampung Pulo sampai ke terminal Kampung Melayu, shelter utama/transit busway.Â
Perkembangan banjir didapatkan dari laporan akun Twitter TMC Polda Metro Jaya. Gubernur Anies Baswedan pun bergegas memeriksa kondisi di Pintu Air Manggarai sambil melaporkan pantauannya ke media.
Segalanya memang menjadi sangat sibuk di hari itu. Kejadian besar terus bermunculan, landasan pacu Bandara Halim Perdanakusuma dilaporkan tergenang banjir. Di tempat lain, banjir menyergap juga ruas jalan tol dalam kota. Pangkalan taksi Blue Bird Taxi di Kramat Jati, Jakarta Timur, ikut terendam.Â
Semuanya mulai saya kerjakan secara cepat dan beriringan mengingat sedikit jumlah wartawan kantor yang aktif, sementara kemungkinan lain atas dampak banjir itu bisa terjadi untuk diberitakan.
Sama sibuknya para narasumber di tempat masing-masing. Panggilan telepon tidak disahut dan pesan WhatsApp yang dikirimkan jarang terbalaskan.Â
Syukurlah, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub kala itu, Ibu Polana Pramesti, memberi balasan mengonfirmasi perihal banjir di Bandara Halim Perdanakusuma. Saya bernapas lega karena setidaknya berita besar itu tuntas dilaporkan.
Demikian untuk persoalan perut, di kiri-kanan dan segala penjuru mata angin, warung tutup karena banjir. Tempat yang tersisa sekaligus menjadi pilihan terakhir adalah McDonald. Seumur hidup, baru kali itu saya melewati santap makan seharian di restoran siap saji bersama-sama dengan warga lainnya.