Birokrasi yang berbelit, tumpang tindih perizinan dari regulasi pemerintah daerah dan pusat, tanah, daya saing SDM adalah beberapa faktor yang konon membuat pengusaha di China enggan memindahkan pabrik mereka ke Indonesia.Â
Laporan Bank Dunia berjudul "Doing Business 2020" menunjukkan peringkat kemudahan berbisnis (ease of doing business) Indonesia ada di posisi ke-73, skor kemudahan bisnis naik 1,64 poin menjadi 67,96, namun masih kalah dari Vietnam di peringkat 70.
Ini hanya penampang sekilas, uraian lengkap dari pemerintah yang mengusulkan RUU Cipta Lapangan Kerja menjelaskannya secara gamblang, meski sampai tulisan ini terbit belum ada publikasi resmi atas draf RUU tersebut.Â
Dari paparan sementara Kemenko Perekonomian yang dikutip, disebutkan bahwa pemerintah berupaya mengejar pertumbuhan ekonomi 6% atau lebih per tahun untuk membuka lapangan kerja baru guna menampung 2 juta pekerja baru dan 7 juta dari pengangguran yang ada.
Pertumbuhan ekonomi, masih dari paparan yang sama, memerlukan investasi baru sebesar Rp 4800 Triliun (setiap 1% pertumbuhan ekonomi, memerlukan Rp 800 Triliun).Â
RUU Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster, di antaranya: Penyederhanaan Perizinan; Persyaratan Investasi; Ketenagakerjaan; Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM; Kemudahan Berusaha; Dukungan Riset dan Inovasi; Administrasi Pemerintahan; Pengenaan Sanksi; Pengadaan Lahan; Investasi dan Proyek Pemerintah; dan Kawasan Ekonomi.Â
Ringkasnya, Omnibus Law merupakan mekanisme untuk mengubah atau merevisi UU terkait untuk masuk dalam satu payung hukum. Istilah lain yang lebih ramping menyebutnya sebagai UU Sapu Jagat.Â
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pemerintah telah mengidentifikasi 82 UU dan 1194 pasal yang akan diselaraskan melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (12/12/2019).
Dalam pelbagai kesempatan, Presiden Jokowi dan jajaran menteri perekonomian juga kerap menyinggung rencana mereka untuk menerbitkan UU melalui Omnibus Law.Â
Ujian untuk sektor ketenagakerjaan
Pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja untuk klaster Ketenagakerjaan boleh dikatakan menjadi ujian berat bagi pemerintah ditandai dengan penolakan kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) atas RUU tersebut.Â
KSPI malah lebih dahulu merilis 6 poin keberatan buruh untuk terbitnya UU Cipta Lapangan Kerja, beberapa di antaranya penolakan upah minimum yang dicurigai akan dihapus dan perubahan besaran pesangon, namun belakangan dibantah pemerintah yang mengklaim dua hal tersebut tetap diakomodir dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.