Lima tahun lalu, aku menjalin kasih dengan seorang gadis. Umurnya 20 tahun, paras manis yang membayangi seluruh pandanganku.
Namun, tiga bulan berlalu di musim panas yang berakhir petaka. Dia meninggalkanku. Dia Dina dan terakhir kali aku memanggil nama itu ketika seorang pria lain, katakanlah seorang pengusaha kaya perut buncit dengan fakta berat badan 120 kg, berani membayar 20 kali lipat lebih dari yang kumiliki kepadanya. Dina tidak mencintainya sama sekali, namun itu sudah terjadi.
Dua tahun lalu, cinta yang baru datang. Senja yang agak berkabut saat aku mengatakan cinta kepadanya. Suci, namanya. Rambut hitam yang bergelombang sampai ke atas bahu. Lekukan dada yang tidak memberi jarak saat aku mendekatinya. Dia suka mencumbuiku dalam beberapa kesempatan yang tidak terduga.
Namun, cinta yang terajut putus dalam nama Tuhan. Tuhan lebih menyayangi kami berpisah karena agama berbeda. Selesai.
Dua bulan lalu, aku mendengar Dina telah melahirkan anak keduanya. Anak yang lucu dan manis. Aku berharap dia tidak akan menurunkan sifat ketamakan ayahnya yang dengan sikap pengecut berani merendahkan kekasihku dengan pundi-pundi kekayaannya.
Syukurlah bahwa Dina melahirkan dua gadis yang manis menyerupai Ibunya. Sehari selepas kelahiran Dina, Suci mengirim pesan singkat kepadaku melalui Instagram. Kami memang tidak pernah saling berkirim pesan setelah perpisahan menyedihkan itu. Tapi, selama itu rindu selalu bergelora. Dia juga nampaknya merindukanku.
"David, aku dan Alex akan menikah minggu depan. Aku meminta maaf karena tidak dapat mengirimkan undangan resmi. Alex telah melarangku untuk mengundangmu. Tapi aku harus mengatakan ini kepadamu. Aku mohon kamu bisa datang, please, tapi semua terserah kepadamu. Hari Minggu, 20 Juni 2010 di Gereja Santo Michael," tulis Suci dalam pesannya.
Undangan ini tidak pernah aku kehendaki . Aku tidak biasa mengalami pengalaman sepahit yang diceritakan orang-orang sial di luar sana. Suci justru menikah dengan seorang Nasrani, sama seperti aku. Aku lantas berpikir, apa artinya cinta?
Lorin
Satu jam hujan tidak berhenti mengguyur kota Jakarta. Farid mendorong pintu kaca dengan telapak tangan kanannya lalu berjalan menemuiku.