Golongan putih (golput) muncul sebagai perlawanan atas ketidakpuasan warga negara terhadap calon-calon pemimpin negara yang akan bertarung pada pemilihan umum (pemilu). Mereka memilih untuk tidak mencoblos surat suara saat pelaksaan pemilu dengan pertimbangan tertentu.
Apakah golput merupakan alternatif baru atau benalu yang akan mendesain demokrasi di Indonesia?
Pemilu 2019 akan digelar kurang dari beberapa minggu lagi. Warga Negara Indonesia akan memilih anggota legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden untuk berkuasa selama lima tahun mendatang, terhitung dari 2019 hingga 2024.
Pemilu sebagaimana diungkapkan dalam beberapa periode merupakan sebuah pesta demokrasi. Perayaan yang menelan anggaran sebanyak Rp24,8 trilun. Lalu, mengapa sebagian orang menganggap pesta ini tidak perlu dikunjungi?
Alasan utama yang menguatkan keyakinan untuk tidak memilih dalam pemilu adalah kekecewaan. Aktivis Lini Zurlia memutuskan untuk golput setelah calon petahana Joko Widodo menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai calon wakil Presiden.
"Calon wakil Presiden yang ia pilih mempunyai rekam jejak yang memberikan kontribusi terhadap tajamnya konflik pada agama yang melahirkan konflik berdarah," kata Lini Zurlia dalam konferensi pers dikutip dari BBC Indonesia, (23/1/2019).
Alasan lain dikaitkan pada rekam jejak Prabowo, lawan Jokowi, yang dianggapnya memiliki hubungan dengan pelanggaran HAM.Â
Di sisi lain, kekecewaan itu terbentuk karena anggota DPR RI dan DPRD tidak mampu sepenuhnya menunjukan kualitas representatif mereka. Hal yang kemudian mempertebal keyakinan sebagian orang untuk golput dalam pemilu.
Golput menjadi ancaman dan ketakutan bagi masing-masing paslon beserta pendukungnya manakala jumlah mereka diperediksi akan meningkat dibanding Pemilu sebelumnya yang bervariasi sekitar 23-30 persen.
Angka sebesar ini akan menjadi ladang baru untuk meningkatkan potensi suara kepada lawan masing-masing yang bukan tidak mungkin akan membalikan hasil survey Pemilu yang beredar sementara ini.
"Pemilih jenuh akan polarisasi yang terjadi, sehingga kecenderungan golput semakin tinggi," ujar Ikrama, peneliti Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dikutip dari Tempo.co, Selasa (19/3/2019).