Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Di Tengah Kejayaan, Sang Raja: Aku Takut Revolusi

29 Desember 2018   14:49 Diperbarui: 30 Desember 2018   23:15 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oh angka. Aku lupa pada fakta itu. Kau benar, aku tidak menghitung mereka yang hidup dan mati. Dua persen, aku akan mengingatnya. Apa menurutmu ini menjadi pertimbanganku untuk resolusi tahun depan?"

"Sesuai kehendak dan kebijaksanaan Anda. Raja telah menemukan satu masalah dan barangkali saat ini kita sedang membahas solusi itu, bukan?" ucap Gaus.

"Konstitusi telah memberi asupan kepada kita agar dapat berpikir jernih, kau tinggal membuka kitab konstitusi untuk dapat meletakkan aku di atas tali gantung. Jangan bergurau soal solusi kepadaku, sekarang, aku tidak ingin melampauinya meski aku sangat berkuasa," kata Sayandra.

Setelah mengatakan itu, Sayandra bergegas menuju pintu dan memerintahkan seorang pengawal memanggil juru bicara Istana. Dalam hitungan satu menit, juru bicara Istana berada di lorong seperti dihinggapi rasa bimbang sebab dia tidak tahu persoalan apa lagi yang akan diterimanya dari Sang Raja. Dia membungkukkan badan, kemudian Sayandra memerintahkannya untuk mencatat segala ucapannya, sebuah resolusi.

"Aku telah menemukan sebuah resolusi untuk tahun depan. Gaus telah menyampaikan pertimbangan kepadaku. Sekarang, umumkan ke masyarakat yang berkumpul di halaman Istana hingga ke pasar-pasar. Katakan bahwa, 'Yang Mulia telah menetapkan sebuah resolusi yang akan menambah kebahagiaan di masa mendatang, bahwa setiap pengusaha, bangsawan, bahkan menteri sekalipun akan mengunjungi rumah-rumah duka ketika salah seorang atau beberapa di antara kita semua, kelak akan mati. Mereka akan berdoa bersama keluarga yang berduka memohon kepada Tuhan agar jiwa setiap orang yang mati akan tenang di surga. Layatan tidak dapat diwakilkan. Hendaklah bagi keluarga yang berduka menyediakan satu tempat untuk menerima kehadiran para pengusaha, bangsawan, dan menteri, meski mereka datang sebelum fajar menyingsing. Setiap pelanggaran atas resolusi ini akan ditindak sesuai hukum yang ditetapkan.'" Sang Raja telah mengucapkan resolusi itu.

Juru bicara menulis kata-kata itu dengan cekatan meski pikirannnya agak terganggu oleh bunyi resolusi itu.

"Sekarang, pergilah," perintah Sayandra kepada juru bicara.

Ia berjalan keluar meninggalkan Sang Raja dan Gaus. Pengawal yang juga menjadi saksi resolusi itu mendampingi sang juru bicara keluar dari ruangan. Sementara, Gaus yang menyaksikan ini sudah barang tentu merasa sangat keberatan.

"Yang Mulia, saya belum memberikan pertimbangan apapun, resolusi itu sangat aneh."

"Hei, hei, hei, Paman Gaus. Bukankah nenek moyang mengajarkan kita, 'pergilah menghibur mereka yang berduka karena kematian.' Angka itu sampai saat ini mengatakan dua belas ribu kematian, perkiraanku dari angka sementara ini, dalam sehari kalian hanya perlu mengunjungi seribu rumah setiap bulan, dalam angka lebih kecil tiga puluh rumah setiap hari."

Gaus mencoba melawan Sayandra dengan cara yang sopan. "Selain karena ajaran leluhur, Saya menganggap keputusan Anda dalam resolusi itu tidak dipikirkan dengan alasan yang masuk akal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun