Tentang pemuda, apa perannya di zaman ini? Agaknya, kita perlu merubah pengertian akan pemuda itu sebelum berjalan dengan langkah yang lebih. Sebabnya pemuda yang cenderung dimaksudkan tidak jauh-jauh dari sosok pemuda-pemuda di kongres Jakarta 88 tahun silam. Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie,dikatakan dari satu kepada pemuda lain. Lalu kita asyik saja membaca isinya: Sumpah Pemuda. Sebuah sumpah dari seorang anak muda, umur Yamin kala itu ialah 25 tahun. Setidaknya setiap tahun tiga butir sumpah itu diucapkan.
Disadari atau tidak, pemuda itu kian bertambah pula usianya. Dalam berbagai organisasi masyarakat yang ada, kita dapat saja menunjuk diri sebagai seorang pemuda. Hanya titisan saja barangkali, sebab banyak di antara kita dengan uban melingkar di kepala masih mau menyebut dan disebut pemuda. Jiwa dialah yang berkobar-kobar.
Inilah yang hendak saya maksudkan pertama-tama bahwa banyak yang berubah dalam pemuda. Perjuangan pemuda di waktu ini, seperti yang dititipkan oleh para pendiri bangsa, ialah hal untuk mengisi kemerdekaan. Kalau ia adalah muda, haruslah dilengkapi oleh semangat yang dititipkan tadi. Tidak ada kehendak untuk merdeka, melepaskan bangsa ini dari pemerintahan sah saat ini, padahal hal inilah yang mendebar-debar kalau diperjuangkan.
Dan juga, kata pemuda itu sudah terlanjur dimuliakan atas perangai anak-anak muda yang gigih dalam memerdekakan dan mempertahankan Indonesia. Di lain bahasa, ada Arek-Arek Surabaya, para pejuang yang berapi-api mempertahankan kemerdekaan kita --akan banyak kita temukan perjuangan serupa di berbagai dan pelosok negeri ini dengan sebutan yang berbeda pula.
Gagahlah orang-orang muda itu, para pemuda dan pemudi. Tidaklah merdeka bagi diri sendiri yang diperjuangkan, tetapi ia mengangkat atas nama bangsa dan seluruh orang-orang yang masih bernafas di bawah kekuasaan bangsa lain.
Setelahnya, pemuda itu sudah tua seiring Sumpah Pemuda itu diucapkan. Kita akan lebih banyak mendengar mahasiswa, artinya sebuah perjuangan intelektual. Namun, ada dimanakah semangat revolusioner yang hendak merdeka tersebut? Cukupkah sebuah penciptaan yang hanya memenuhi hasrat? Jika memang benar demikian, memang itu yang seharusnya dilakukan, pantaslah memang padam api yang berkobar-kobar itu.
Saya tidak bermaksud membeda-bedakan di antara pemuda, antara mereka yang berjuang atas karya, penciptaan dan pergerakan sebuah perubahan menyeluruh. Namun, tidak boleh juga kita berpandang sebelah mata, sengaja menutup-nutupi hal yang ulahnya bergerak menyerupai para pemberontak. Nyala api itu berkobar setiap waktu di dalam orang-orang yang semakin tertindas di bawah kekuasaan yang kita sendiri masih meraba-raba.
Pemuda itu bangkit, ia berbuat sekehendaknya, ia ingin merdeka. Tidak pula segala kehendak itu menakutkan, akan terjadi pertumpahan darah di tanah ini lagi. Perlawanan adalah suatu hal yang tidak serta-merta boleh dianggap sebuah dosa. Kita perlu mengingat bahwa diri sendiri pun dapat dan harus dilawan, tidak saja melawan yang lain, yang bukan-aku.
Perjuangan mengisyaratkan perlawanan dan api-api pemberontakan. Janganlah lagi ada iba yang kelewatan untuk orang-orang yang meredup karena ditindas. Bangkitkan api yang ada di dalam dirinya. Sebuah perlawanan untuk tujuan yang mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H