Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jakarta Bukan Solo

21 Maret 2014   19:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Jokowi jadi capres, komentar muncul di sana-sini. Masyarakat, tidak hanya di Jakarta, menaruh perhatian besar terhadap pencapresan Jokowi. Baik kritik pedas maupun pujian, semuanya dialamatkan pada Jokowi.

[caption id="attachment_327669" align="alignleft" width="300" caption="Foto : jak-tv.com"][/caption]

Tulisan Herry Sancoko di kompasiana, 21 Maret 2014,yang menceritakan etika berstandar menarik untuk dibaca. Ada etika berstandar ganda yang dilihat Herry sebagai takut kehilangan yang bermakna ganda.Di satu sisi, masyarakat masih ingin agar Jokowi memimpin Jakarta, sementara di sisi lain, ada yang takut kehilangan suaranya di pemilu nanti.

Barangkali pula, masyarakat Jakarta tidak ingin berbagi nikmat dengan masyarakat luar lainnya. Tetapi saya tidak ingin beropini lebih jauh untuk masalah ini. Jelasnya, masyarakat Jakarta seperti tidak rela bila Jokowi menjadi capres, sampai-sampai ada yang menganggap, kalau Jokowi jadi capres, Jakarta cuma diberakin.

Itu untuk Jakarta. Lalu, bagaimana dengan masyarakat di luar Jakarta ? Apakah mereka juga memberi kritik yang sama pada Jokowi ?

Dari beberapa capres yang sudah mengudara, mungkin, tidak ada yang bisa melaju di depan Jokowi. Beberapa kali survey pun, bahkan sebelum ada wacana pencapresan Jokowi, elaktibilitas Jokowi masih unggul dari nama-nama lainnya.

Artinya apa ? Indonesia memang butuh sosok seorang Jokowi! Walaupun tidak merasakan langsung kepemimpinannya, masyarakat terlanjur simpati kepada Jokowi karena beberapa pemberitan di media. Bahkan, ini lah jalan bagi pemilih golput berani bersuara di permilu nanti. Siapa tahu, mereka memilih agar Jokowi jadi presiden, atau malah sebaliknya, Jokowi tidak jadi presiden supaya lebih dulu menanggungjawabi Jakarta.

Tidak ada yang bisa meramal dengan pasti Jokowi kedepannya. Pencalonannya sebagai Gubernur Jakarta dulu pun merupakan gambaran kecil sekarang. Menuju Jakarta Satu, padahal masih menjabat Walikota Solo.

Tetapi, saya memang terlalu dangkal menganalogi demikian, karena secara kultural, Solo tidak sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

Jika demikian, apakah masyarakat Jakarta akan sama seperti masyarakat Solo, rela melepas kepala rumah tangganya untuk dicapreskan ?

Entahlah. Yang jelas, sejarah akan membuktikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun