Salah satu strategi pengelolaan lahan dalam mendukung program ketahanan pangan daan energi di Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah melalui pelepasan Hutan Produksi Konversi Tidak Produktif (HPK-TP) di sejumlah Kabupaten di Sulteng.
Guna membahas strategi tersebut, pada bulan Maret lalu telah digelar focus group discussion (FGD) di Palu yang melibatkan instansi lintas vertikal dan horisontal, selaku pemangku kepentingan. Baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
FGD yang difasilitasi oleh Badan Bank Tanah (BBT) tersebut, dihadiri Bappeda Sulteng dan instansi lainnya. Dimana membahas persiapan penyusunan proposal pelepasan HPK-TP di Sulteng. Serta perolehan tanah yang telah dikeluarkan dari hutan (APL) hasil review tata ruang.
Pelepasan HPK-TP sendiri diharapkan menjadi bagian dari strategi pengelolaan lahan berkelanjutan, guna mendukung program nasional di Sulteng. Yakni program swasembada pangan yang ditargetkan oleh Presiden Prabowo terealisasi pada tahun 2028.
Terkait hutan produksi konversi yang tidak produktif, telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) no P.96 tahun 2018 yang diperbaharui oleh Permen LHK no P.50 tahun 2019.
Dimana pada pasal 1 ayat 9 menyebutkan, hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) adalah kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan produktif yang secara ruang dapat dicadangkan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Atau dapat dijadikan lahan pengganti tukar menukar kawasan hutan.
Sementara ayat 10 menyebutkan, hutan produksi konversi yang tidak produktif (HPK-TP) adalah, hutan yang penutupan lahannya didominasi lahan tidak berhutan. Antara lain semak belukar, lahan kosong dan kebun campur.
Adapun pada ayat 15 menyebutkan, pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi konversi (HPK) menjadi bukan kawasan hutan.
Dijelaskan dalam pasal 2 ayat 1 bahwa, pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan pada kawasan HPK.
