Pemanfaatan energi terbarukan menggantikan energi fosil adalah sebuah keniscayaan, guna mengurangi emisi karbon yang berdampak pemanasan global.Â
Adapun sumber energi terbarukan berasal dari alam yang melimpah sumbernya dan tidak akan pernah habis. Seperti matahari (surya), air (hydro), angin (bayu), panas bumi, dan arus laut.
Tentu saja sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat, terutama untuk energi terbarukan. Asal saja penggunaannya dilakukan secara seimbang dan tidak serampangan.
Amanat soal penggunaan sumber daya alam untuk energi terbarukan, sudah diatur dalam Undang-undang no 30 tahun 2007 tentang Energi. Di mana menyebutkan pengelolaannya harus berdasarkan asas manfaat, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Meskipun sumbernya berlimpah, namun faktor alam juga bisa mempengaruhi tergerusnya sumber energi terbarukan tersebut. Meski upaya konservasi dan mitigasi sudah dilakukan, demi keberlanjutan pemanfaatannya.
Kemarau panjang adalah faktor alam yang berdampak langsung terhadap penggerusan sumber daya air permukaan. Penggerusan tersebut berupa surutnya air danau yang menjadi sumber energi terbarukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Danau Poso Tentena Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Di mana kemarau panjang di tahun ini membuat air danau surut secara signifikan, menyisakan hamparan pesisir pantai yang cukup luas.
Fenomena itu terlihat diBiasanya jika air danau Poso surut, tidak lama dan akan kembali normal. Namun tahun ini berbeda. Kondisinya cukup lama, membuat masyarakat bisa beraktivitas di areal pesisir danau yang surut tersebut.
Saya sendiri sudah melihat langsung surutnya Danau Poso di beberapa spot yang ada. Bahkan menyempatkan melintas di pesisir pantai, karena penasaran dengan fenomena tersebut.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya