Penghujung bulan Juli 2023 menjadi deadline pengambilan keputusan Pemerintah terhadap proses perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia. Selanjutnya publik menanti seperti apa skema putusan Pemerintah terhadap perusahaan tersebut.
Seperti diketahui, PT Vale Indonesia merupakan perusahaan nikel yang beroperasi di Indonesia sejak ahun 1968 atau sudah 55 tahun berjalan. Dimana KK perusahaan asal Kanada tersebut akan berakhir pada tahun 2025.
Gonjang-ganjing kini mewarnai rencana perpanjangan KK PT Vale Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditangani oleh Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral (ESDM).
Sebagaimana dalam pasal 1 ayat 13b Undang-Undang (UU) No 3 tahun 2022 tentang Minerba menyebutkan, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya kontrak karya.
Dimana keputusan yang diambil bakal mengerucut kepada tiga skema utama. Pertama, PT Vale Indonesia menyerahkan divestasi (pelepasan) saham sebesar 51 persen kepada investor nasional atau pemerintah, sebagai persyaratan proses IUPK.
Terkait pelepasan saham tersebut merujuk pada pasal 112 Â UU tentang Minerba. Dimana mewajibkan pemegang IUPK yang sahamnya dikuasai oleh asing, untuk melepas 51 persen sahamnya secara berjenjang kepada Pemerintah, Pemda atau BUMN maupun BUMD.
Kedua, Pemerintah tidak lagi memperpanjang KK PT Vale Indonesia dan diambil alih pengelolaannya lewat holding BUMN. Atau kepada perusahaan lain yang kualifide. Ini akan menjadi kuputusan fenomenal jika KK tidak diperpanjang.
Ketiga, Pemerintah menyetujui menerima tambahan divestasi saham sebesae 11 persen secara berjenjang yang berarti belum menjadi saham mayoritas. Soal skema ketiga ini menjadi polemik, karena dianggap tidak signifikan.
Seperti diketahui luas konsesi PT Vale Indonesia di Sulawesi adalah  118.017 hektar . Meliputi Propinsi Sulawesi Selatan 70.566 hektar, Sulawesi Tengah 22.699 hektar dan Sulawesi Tenggara  seluas 24.752 hektar.